BLORA, iNewsPantura.id — Kasus perundungan atau bullying kembali mencoreng dunia pendidikan. Kali ini, peristiwa memilukan itu terjadi di lingkungan SMP Negeri 1 Blora, Jawa Tengah.
Seorang siswa menjadi korban pemukulan dan penganiayaan oleh adik kelasnya yang di dikompori kakak kelasnya, hingga mengalami trauma dan memar di bagiann leher belakang.
Video aksi bullying tersebut viral di media sosial, lantaran dijadikan ststus Whatsapp. Dalam rekaman berdurasi sekitar 32 detik itu, tampak seorang siswa hanya bisa pasrah ketika dipukuli teman sebayanya di dalam kamar mandi sekolah.
Mirisnya, puluhan siswa lain hanya menonton dan bersorak tanpa ada yang berusaha melerai, bahkan mengambil videonya sambil bersorak sorak.
Terjadi di Jam Istirahat Sekolah
Kepala Sekolah SMPN 1 Blora, Ainur Rofiq, membenarkan adanya kejadian tersebut. Menurutnya, insiden itu terjadi pada Jumat siang di kamar mandi sekolah saat jam istirahat.
“Benar, kejadian itu di lingkungan sekolah kami. Setelah mendapat laporan, kami langsung memanggil kedua pihak, baik korban maupun pelaku, bersama orang tuanya untuk dimediasi. Kami juga minta maaf atas kejadian tersebut.,” ujar Ainur saat dikonfirmasi, Senin (10/11/2025).
Pihak sekolah, lanjutnya, juga telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan dan pihak kepolisian, Dinas Sosial P3A, guna memastikan kejadian serupa tidak terulang lagi. “Kami menyesalkan peristiwa ini dan segera melakukan pembinaan terhadap semua pihak yang terlibat,” tegasnya.
Korban Alami Trauma dan Luka Fisik
Akibat aksi kekerasan itu, korban diketahui mengalami benjol di leher bagian belaknag dan trauma psikis. Pihak keluarga kini berfokus pada pemulihan mental korban, sementara sekolah memberikan pendampingan melalui guru BK dan psikolog.
"Korban sudah kami berikan pendampingan, sudah kami minta untuk sekolah lagi. Kami siap mendampingi korban selama di Sekolah. Kemarin orang tua korban kabarnya sudah melakukan visum tapi belum tahu hasilnya," imbuh Aunur Rofiq.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa kekerasan di sekolah masih menjadi ancaman nyata bagi anak-anak. Banyaknya penonton yang hanya merekam dan bersorak tanpa menolong korban juga menunjukkan masih lemahnya empati di lingkungan pelajar.
Editor : Suryo Sukarno
Artikel Terkait
