Hoax Timbulkan Disinformasi Pangkal Kerusuhan Dalam Aksi Demo

SEMARANG , iNewsPantura.id - Pengawasan terhadap berita hoaks yang beredar di masyarakat menjadi hal penting untuk mencegah terjadinya kerusuhan dalam aksi demo.Hal ini ditekankan oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Jawa Tengah dalam diskusi
yang digelaroleh Forum Wartawan Pemprov dan DPRD Jateng (FWPJT) di Kantor Gubernur Jateng, Kamis (9/10/2025).
Diskusi dengan tema Demo Rusuh atau Perusuh Demo menghadirkan empat narasumber, yakni dari Polda Jateng, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Pengamat Sosial dan pelajar SMA yang menjadi saksi dalam kerusuhan.
Perwakilan Mafindo Jateng, Syifaul Arifin dalam pemaparannya mengatakan, fenomena demo pada akhir Agustus 2025 lalu terjadi karena beberapa hal. Pertama, frustasi publik terhadap kebijakan pemerintah, tuntutan yang tidak dipenuhi, hingga peran disinformasi dan hoaks dalam memicu kemarahan publik.
Di sisi lain, ada peningkatan berita-berita hoaks yang menunggangi kondisi di masyarakat. Hal itu meningkatkan kemarahan publik terhadap aparat keamanan atau kelompok lain
“Dampak sosial yang terjadi justru memicu kekerasan dan tindakan anarkis dari masyarakat. Itu jelas mengganggu situasi keamanan dan ketertiban umum,” katanya.
Upaya yang harus dilakukan, yakni meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya demo damai. Selain itu, juga mengantisipasi penyebaran hoaks dan disinformasi, dan meningkatkan koordinasi antara aparat keamanan dan masyarakat.
Sementara pembicara lain ,Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Jateng AKBP Prawoko mengemukakan, penanganan demo dilakukan sesuai eskalasi dari tertib menjadi tidak tertib, dari orasi, meningkat kepada kontak fisik, melempar, membakar, merusak.
"Sampai saat ini Polisi masih terus berupaya mengungkap penyusup yang memprovokasi kerusuhan pada demo 25 Agustus lalu," ujarnya.
Menurutnya, dalam demo Agustus lalu sudah terjadi perusakan terhadap fasilitas umum sehingga perlu dilakukan pengendalian massa.
Penanganan tersebut dilakukan sesuai dengan berbagai ketentuan mengenai tata cara penyampaian pendapat di muka umum.
"Para perusuh demo itu adalah mereka yang menyusup dan memprovokasi agar terjadi anarkisme," kata Prawoko.
Pengamat sosial Universitas Bhayangkara, T Supriyadi, mengemukakan sosial media saat ini memang sudah kebablasen, apapun bisa tayang tanpa chek and rechek.
Kondisi itu sehingga berpotensi menimbulkan disinformasi, termasuk provokasi yang akhirnya mempengaruhi emosi massa dalam demo. "Kasus demo Jateng banyak melibatkan anak di bawah umur akibat pengaruh media sosial," katanya.
"Penanganan aparat sudah sangat prosedural, namun eskalasi demo yang terus meningkat secara psikologis mendorong emosi baik pendemo maupun aparat sehingga memicu bentrokan,' jelasnya.
Editor : Suryo Sukarno