Menyiapkan Santri Multi Talenta di Abad 21: Refleksi Hari Santri Tahun 2024
Oleh : Prof Dr Muhlisin (Guru Besar UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan)
PEKALONGAN,iNews.pantura.id - Peran santri di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan, terutama dalam menghadapi tantangan abad 21 yang ditandai dengan perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi. Peringatan Hari Santri Nasional yang diselenggarak tiap tanggal 22 Oktober, merupakan momen penting untuk merenungkan kontribusi santri dalam membangun bangsa. Pada tahun 2024, perayaan ini memberikan kesempatan untuk merefleksikan bagaimana pesantren dapat menyiapkan santri yang multi talenta, mampu bersaing di era global tanpa kehilangan identitas religius dan nilai-nilai keislaman. Even yang ditunggu komunitas santri tersebut mengusung tema Menyambung Juang merengkuh masa depan,. Tema ini mencerminkan perjalanan panjang dan semangat perjuangan santri dalam sejarah bangsa, sembari menyoroti tantangan dan peluang di abad 21. Sejak ditetapkan sebagai hari yang yang amat bersejarah, oleh Presiden H. Joko Widodo di tahun 2015, momentum ini telah menjadi ajang refleksi peran strategis santri dalam mempertahankan nilai-nilai keislaman sekaligus berkontribusi pada pembangunan bangsa
Santri memiliki potensi unggul sebagai calon pemimpin yang berkarakter religius bagi keberlanjutan bangsa ini untuk menyongsong kemajuan masa depan. Nilai-nilai agama yang kuat, kedisiplinan tinggi, dan kemampuan beradaptasi yang baik merupakan modal utama bagi santri untuk menghadapi tantangan zaman. Santri masa kini dihadapkan pada beragam tantangan, termasuk kemajuan teknologi, revolusi industri 4.0, dan tuntutan globalisasi. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan pendidikan yang dapat mengakomodasi pengembangan talenta di berbagai bidang. Seperti yang dinyatakan oleh Malik Fadjar (200), Pesantren harus beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan esensinya sebagai pusat pendidikan Islam yang mengajarkan nilai-nilai moral dan akhlak". Abad 21 membawa tantangan yang lebih kompleks dan dinamis. Pesantren, yang selama ini dikenal sebagai lembaga pendidikan tradisional, harus bertransformasi menjadi lembaga yang menghasilkan santri yang multi talenta. Dalam konteks ini, santri tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu agama, tetapi juga kemampuan dalam bidang sains, teknologi, seni, hingga kewirausahaan.
Abad 21 dan Multi talenta
Keterampilan yang dibutuhkan pada abad 21 meliputi kreativitas, kemampuan berpikir kritis, komunikasi, dan kolaborasi. Kemampuan teknologi juga menjadi aspek penting yang harus dimiliki oleh generasi muda, termasuk santri. Dengan memanfaatkan teknologi, santri dapat menjadi agen perubahan yang mampu membawa pesan Islam yang rahmatan lil 'alamin ke seluruh dunia. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana pesantren dapat mengintegrasikan ilmu agama dan pengetahuan umum dalam satu sistem pendidikan yang holistik. Sebagaimana pendapat Azra (2017), "Pesantren perlu mengembangkan kurikulum yang adaptif, yang tidak hanya fokus pada ilmu-ilmu agama, tetapi juga memperhatikan perkembangan dunia modern".
Untuk menjawab tantangan abad 21, ada beberapa prioritas yang perlu diinisiasi oleh para pengasuh pesantren. Prioritas Pertama, memperkokoh penguatan Pendidikan Karakter dan Akhlak. Di tengah perkembangan teknologi dan globalisasi, pendidikan karakter dan akhlak tetap menjadi pilar utama dalam pendidikan pesantren. Santri harus dibekali dengan pembiasaan akhlak yang mulia agar mampu menghadapi tantangan moral di dunia modern. Pendidikan di pesantren bukan sekadar transfer ilmu, melainkan juga penanaman nilai-nilai moral yang bersumber dari ajaran Islam. Menurut KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, pendidikan yang ideal di pesantren harus menekankan tiga aspek utama: ilmu, iman, dan akhlak. Santri tidak hanya dituntut untuk memahami ajaran agama secara intelektual, tetapi juga harus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak menjadi salah satu komponen penting dalam pembentukan karakter santri, dan inilah yang membedakan pesantren dari lembaga pendidikan lainnya. Karakter dalam konteks pesantren tidak hanya mengacu pada aspek kepribadian individu, tetapi juga melibatkan dimensi spiritual, sosial, dan moral. Karakter Islami yang ingin dibangun di pesantren meliputi kejujuran, tanggung jawab, disiplin, kesederhanaan, dan empati terhadap sesama. Dalam dunia pesantren, karakter santri terbentuk melalui praktik-praktik ibadah, kehidupan bersama, dan interaksi dengan kyai maupun ustadz.
Prioritas kedua, mengembangkan Kurikulum Integratif. Pesantren perlu mengembangkan kurikulum yang mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum. Tradisi pesantren awalnya fokus pada pendidikan agama yang mendalam dengan metode pengajaran yang khas, seperti sorogan, bandongan, dan wetonan. Namun, dengan perkembangan zaman dan tuntutan dunia modern, para santri juga membutuhkan kemampuan dalam bidang ilmu pengetahuan umum, seperti sains, matematika, teknologi, serta keterampilan hidup lainnya Secara bertahap, Pesantren perlu mentradisikan untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam kurikulum pendidikan. Hal ini tidak berarti mengesampingkan ilmu agama, tetapi memperkaya metode pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi. Integrasi kurikulum memungkinkan santri untuk mendapatkan pendidikan agama yang solid sekaligus kompetensi dalam ilmu umum. Fakta menunjukkan bahwa Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pencetak ulama, tetapi juga sebagai lembaga yang mempersiapkan santri untuk berbagai profesi di masyarakat. Dengan integrasi kurikulum, santri dapat mengakses lebih banyak pilihan karier, baik di bidang keagamaan maupun profesional. Melalui integrasi kurikulum, pesantren tetap dapat mempertahankan tradisi dan nilai-nilai keislaman sambil merespons kebutuhan zaman, seperti literasi teknologi, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis. Dalam konteks ini, trend berdirinya satuan pendidikan formal di lingkungan pesantren telah menjadi komodifikasi yang tidak terelakkan.
Prioritas ketiga, untuk menjawab trend digitalisasi dalam keseluruhan aspek kehidupan, melalui Peningkatan Literasi Digital di kalangan santri. Pesantren mengembangkan program literasi digital yang menyeluruh, sehingga santri memiliki kemampuan memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran dan dakwah. Beberapa pesantren besar, telah memperkenalkan program Santri Digital yang bertujuan untuk meningkatkan literasi teknologi di kalangan santri. Program ini memungkinkan santri untuk belajar coding, desain grafis, dan keterampilan digital lainnya tanpa mengabaikan pendidikan agama. Program Santri Digital ini merupakan salah satu langkah kami untuk memastikan santri tidak tertinggal dalam era digital. Ikhtiar tersebut sebagai proses untu mengintegrasikan pendidikan berbasis teknologi dalam kurikulum pesantren. Data di lapangan menunjukkan bahwa beberapa pesantren mulai mengadopsi metode pembelajaran berbasis digital, seperti e-learning, coding, dan literasi digital. Dalam wilayah ini, Pesantren perlu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memperkaya proses pembelajaran dan memperluas akses santri terhadap informasi.
Prioritas Keempat, Pengembangan kewirausahaan. Pesantren memiliki potensi besar dalam mencetak generasi santri yang tidak hanya beriman dan bertakwa, tetapi juga mampu berinovasi dan berkontribusi secara ekonomi. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan berbasis keislaman, memiliki peluang besar untuk mengembangkan kewirausahaan yang berlandaskan nilai-nilai Islami. Hal ini sejalan dengan prinsip Islam yang mendorong umatnya untuk bekerja keras, mandiri, dan berusaha dalam mencari rezeki yang halal. Beberapa pesantren di Indonesia telah mulai mengintegrasikan kewirausahaan ke dalam kurikulum dan aktivitas pendidikan mereka. Kegiatan ini mencakup pelatihan keterampilan, pengelolaan usaha kecil, dan pendirian koperasi pesantren. Beberapa Pesantren besar di Indonesia, telah mengembangkan berbagai unit usaha yang melibatkan santri dalam kegiatan produksi, distribusi, dan pemasaran. Dengan demikian, santri tidak hanya mendapatkan pendidikan agama, tetapi juga pengalaman praktis dalam dunia bisnis. Untuk mengotimalkan priorotas tersebut, Pesantren perlu menjalin kerja sama dengan dunia usaha, dunia industri, dan pemerintah untuk memberikan akses yang lebih luas kepada santri dalam hal teknologi, ilmu pengetahuan, dan keterampilan praktis. Melalui kolaborasi dengan dunia usaha, pesantren juga dapat pengembangan keterampilan kewirausahaan secara lebih terarah. Hal ini bertujuan untuk membekali santri dengan keterampilan kewirausahaan yang dapat mereka terapkan di masyarakat setelah lulusa nantinya. Dengan demikian Pesantren tidak hanya menghasilkan lulusan yang menguasai ilmu agama, tetapi juga mampu berwirausaha dan mandiri secara ekonomi.
Oleh karena itu profil Santri di abad 21 dituntut untuk menjadi individu yang multi talenta, yang tidak hanya mahir dalam ilmu agama sebagai kompetensi utama, tetapi juga memiliki kompetensi penunjang dalam teknologi, kewirausahaan, dan pemecahan masalah global. Pesantren sebagai lembaga pendidikan harus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan jati diri sebagai lembaga yang mendidik akhlak dan moral. Dengan demikian, santri masa kini dapat menjadi agen perubahan yang tidak hanya membawa manfaat bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi masyarakat luas.
Editor : Suryo Sukarno
Artikel Terkait