Lele Goreng dan Daun Pisang: Perpisahan Sederhana Penuh Makna dari Gunung Gambar

Kismaya
Lele Goreng dan Daun Pisang: Perpisahan Sederhana Penuh Makna dari Gunung Gambar Gunungkidul. Foto : iNews/ Kismaya

GUNUNGKIDUL , iNewsPantura.id - Di tengah gemerlap tradisi kelulusan yang kian hari kian mewah, ada sebuah cerita berbeda yang lahir dari kaki pegunungan di Gunungkidul. Tepatnya di SD Negeri Gunung Gambar, Kecamatan Ngawen, Yogyakarta, selembar daun pisang dan sepiring lele goreng menjadi simbol perpisahan yang membekas di hati banyak orang.

Tidak ada gedung mewah, tidak ada gaun pesta atau jas formal. Yang ada hanyalah senyum lepas para siswa, wangi nasi hangat, dan suara renyah lele goreng yang baru saja diangkat dari wajan. Perayaan kelulusan ini sederhana, namun begitu sarat makna.

Empat siswa kelas VI yang menamatkan pendidikannya tahun ini tidak memilih berswafoto di hotel atau menyewa panggung pertunjukan. Mereka justru memilih untuk menyiapkan hidangan makan bersama sebagai ungkapan syukur dan cinta untuk seluruh warga sekolah.

Yang membuatnya lebih istimewa, lele yang disantap bukan hasil beli. Itu adalah hasil panen dari kolam kecil di halaman sekolah, yang mereka rawat dengan penuh dedikasi selama tiga bulan terakhir. Setiap pagi, siswa bergantian memberi pakan, mengganti air, dan memastikan lele tumbuh sehat.

Kolam itu kini bukan sekadar tempat memelihara ikan. Ia menjadi ruang belajar nyata tentang kerja keras, tanggung jawab, serta ketulusan. Pelajaran yang tak akan ditemukan di buku pelajaran, tetapi melekat di ingatan selamanya.

Sejak pagi buta, keempat siswa kelas VI mulai berjibaku menjaring lele. Mereka tertawa bersama, bercanda sembari menangkap ikan satu per satu. Usai ditangkap, ikan-ikan itu dibersihkan, lalu digoreng sendiri oleh tangan mungil mereka di dapur sekolah sederhana.

Di atas daun pisang panjang yang membentang di halaman sekolah, lele goreng tersaji hangat bersama nasi, lalapan, dan sambal. Guru, siswa dari kelas 1 hingga kelas 6, serta staf sekolah duduk bersila dan makan bersama dalam keakraban yang tulus.

Tak ada kursi istimewa, tak ada panggung kehormatan. Semua duduk sejajar, melingkar dalam rasa syukur yang sama. Makan bersama itu menjadi perayaan yang membumi, yang justru menciptakan kedekatan yang tak tergantikan.

“Rasanya beda, karena kami yang merawat sendiri ikannya, kami juga yang masak. Jadi lebih bangga dan senang,” ujar Darma Hari Wisesa, salah satu siswa kelas VI yang lulus tahun ini, dengan wajah sumringah.

Bagi kepala sekolah, Purno Jayusman, perayaan ini adalah cerminan nilai pendidikan yang sesungguhnya. Menurutnya, anak-anak tidak hanya diajarkan ilmu akademik, tetapi juga nilai-nilai kehidupan seperti kebersamaan, kerja sama, dan kepedulian sosial.

Yang dilakukan para siswa bukan karena diwajibkan. Inisiatif untuk menyajikan lele goreng muncul dari mereka sendiri, sebagai bentuk rasa terima kasih dan tanda perpisahan yang berkesan.

Kegiatan ini juga mendapatkan dukungan dari orang tua murid. Mereka merasa justru kegiatan seperti ini jauh lebih bermanfaat ketimbang pesta mewah. Anak-anak belajar menghargai proses dan mencintai hasil dari jerih payahnya sendiri.

Tak hanya memasak dan menyajikan makanan, siswa juga belajar mengelola emosi, mengatur waktu, dan menyusun strategi agar makanan cukup untuk semua warga sekolah. Mereka merasakan sendiri bagaimana menjadi bagian dari sebuah tim kecil yang memiliki tanggung jawab besar.

Bagi sekolah, cara ini juga menjadi sarana menumbuhkan karakter positif. Dalam suasana santai, hangat, dan sederhana itu, tumbuh rasa kekeluargaan yang kuat antar siswa dan guru. Sebuah atmosfer yang kini mulai langka di banyak institusi pendidikan.

Di tengah suara gurauan dan tawa, terbit pula rasa haru. Perpisahan yang sederhana itu justru membuat momen terasa lebih berarti. Tak ada yang berpura-pura, semua berjalan dengan jujur dan alami.

Lele goreng yang garing dan sambal yang pedas menjadi simbol dari perjuangan, kebersamaan, dan ketulusan yang dibangun selama tiga bulan. Satu gigitan menyimpan banyak cerita—tentang persahabatan, tanggung jawab, dan cinta terhadap sekolah.

Ketika hari itu usai, tak ada yang benar-benar ingin pulang. Anak-anak ingin tinggal lebih lama, menikmati momen terakhir mereka di bangku SD. Sebab mereka tahu, hari itu tak akan datang dua kali.

Perpisahan ini mungkin sederhana, namun meninggalkan jejak mendalam. Karena di balik selembar daun pisang dan sepiring lele, tersimpan pelajaran kehidupan yang tak ternilai harganya.

Editor : Suryo Sukarno

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network