Sempat viral, berikut sejarah singkat Qasidah Sa’duna Fiddunya yang harus kita ketahui bersama.
Pasca wafatnya Syaikhina Maimun Zubair, Qasidah Sa’duna Fiddunya mendadak viral. Qasidah kesukaan Mbah Mun ini disenandungkan di berbagai Majelis. Di Youtube ratusan orang berlomba-lomba mengcover Qosidah ini.
Sejak Qasidah ini meledak sampai detik ini, banyak yang mengira bahwa Qasidah ini adalah karangan Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki, dan saya termasuk salah satu yang memiliki perasangka itu. Selain Mbah Mun, Abuya memang salah satu yang memopulerkan Qosidah ini. Qosidah ini seringkali disenandungkan sendiri oleh Abuya di berbagai kesempatan. Tak sedikit juga yang mengira bahwa Qosidah Sa’duna adalah karangan Mbah Maimoen sendiri.
Memang tak dipungkiri, bahwa ada beberapa bait yang ditambahkan oleh Abuya dan Mbah Maimoen melebihi teks aslinya. Ini yang kemudian dijelaskan oleh Gus Idror Maimoen bahwa tambahan itu Mbah Yai dapatkan dari alam Ruhaniah. Namun faktanya, “kerangka” asli Qosidah ini memang bukan karangan Abuya dan Mbah Maimoen, Qosidah ini ditulis oleh seorang wali besar asal Quwairoh Hadhramaut yaitu Al-Habib Ahmad bin Muhammad Al-Muhdhor.
Habib Ahmad adalah ayah dari Habib Muhammad Al-Muhdhor Bondowoso, seorang wali besar yang disebutkan dalam kitab-kitab Habaib bahwa wajah beliau memiliki kemiripan dengan wajah mulia Baginda Rasulullah Saw. Bersama Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (murid kesayangan Habib Ali Shohibul Maulid), Habib Muhammad Al-Muhdhor dimakamkan di Qubah Ampel.
Habib Ahmad dikenal sebagai ulama yang memiliki ikatan luar biasa erat dengan Al-Quran. Beliau sudah hafal Al-Quran di luar kepala sebelum usia genap 7 tahun. Bahkan 30 tahun sebelum beliau wafat, di liang kuburnya beliau berhasil menghatamkan Al-Quran sebanyak 8000 kali. Semua bermula ketika suatu hari beliau membaca Biografi Robi’ah Adawiyah, seorang wali wanita yang menjadi ikon wanita salehah sampai saat ini. Sebelum wafatnya, Robi’ah Adawiyah menggali sendiri liang kuburnya. Di situ ia biasanya berkholwat, berdzikir, mengingat mati dan mengkhatamkan Al-Qur’an hingga 7000 kali. Mendengar itu Habib Ahmad termotivasi hingga akhirnya berhasil mencapai 8000 khataman. Ketika putra beliau bertanya mengapa beliau melakukan hal itu, dijawab: “Aku tidak mau kalah oleh seorang wanita.”
Habib Ahmad juga dikenal memiliki kecintaan yang luar biasa kepada Sayyidah Khodijah. Beliau bahkan seringkali mendapatkan “Madad” khusus dari Sayyidah Khodijah. Yang begitu Masyhur adalah sebuah kejadian yang terjadi sekitar tahun 1250 H ketika beliau bermukim di Mekkah. Ketika salat Jum’at beliau melihat Khotib memanjangkan khutbah dan memendekkan salat, toh padahal Rasulullah Sawm jelas-jelas bersabda:
إن طول صلاة الرجل وقصر خطبته مَئِنَّة من فقهه، فأطيلوا الصلاة، وأقصروا الخطبة
Setelah salat Jum’at selesai, Habib Ahmad mendatangi Khotib tadi, menamparnya lantas berkata: “Engkau telah menyalahi sunnah Rasulullah Saw.!
Orang-orang heboh. Khotib yang marah besar menyuruh para tentara untuk mengejar Habib Ahmad. Akhirnya beliau melarikan diri menuju pemakaman Ma’la. Ketika hampir saja tentara berhasil menangkap beliau, tiba-tiba pintu Qubah Sayyidah Khodijah terbuka dengan sendirinya (dulu di atas makam Sayyidah Khodijah dibangun kubah megah yang kemudian dihancurkan Wahabi). Ketika Habib Ahmad masuk, pintu kubah tiba-tiba tertutup dengan sendirinya. Para tentara melakukan segala cara untuk membuka pintu, tapi tidak berhasil. Bahkan ketika akhirnya mereka berhasil membuka pintu dengan bantuan juru kunci kubah, ternyata di dalam tidak ditemukan siapa-siapa. Habib Ahmad bagaikan lenyap ditelan Bumi.
Kabar kejadian ini akhirnya didengar oleh Amir Mekkah. Beliau akhirnya mengetahui bahwa Habib Ahmad bukanlah orang biasa. Amir Mekkah meminta maaf dan mengundang khusus Habib Ahmad bahkan menawarkan beliau untuk menjadi penduduk Mekkah. Akan tetapi Habib Ahmad menolak dengan alasan setelah meminta izin kepada Sayyidah Khodijah, ternyata beliau lebih ridho jika Habib Ahmad pulang dan berdakwah di kampung halamannya di Hadhramaut.
Editor : Hadi Widodo
Artikel Terkait