Tahukah Anda awal mula sejarah pawai ogoh-ogoh dalam perayaan Hari Raya Nyepi umat Hindu di Indonesia? Simak rangkumannya berikut ini.
Rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi yang menarik adalah pengarakan Ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh adalah boneka berukuran besar, dibuat dalam berbagai bentuk pada umumnya seram dan menakutkan yang kerap disebut Bhuta Kala. Pada malam pengerupukan, ogoh ogoh diarak keliling banjar atau desa. Usai diarak, Ogoh ogoh perlambang Bhuta Kala itu kemudian dibakar atau dimusnahkan.
Berikut sejarah ogoh-ogoh dikutip dari balitopnews. Ogoh-ogoh sejatinya baru ada pada tahun 1983. Kala itu Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden yang menyatakan Nyepi sebagai Hari Libur Nasional.
Keputusan Presiden itu disambut riang gembira. Sebagai wujud kegembiraan atas ditetapkanya Hari Raya Nyepi sebagai libur nasional, masyarakat kala itu membuat Ogoh-ogoh berwujud Bhuta Kala. Pada malam pengerupukan ( H-1 Nyepi) Ogoh-ogoh itu kemudian diarak keliling Banjar atau Desa. Usai diarak kemudian dibakar atau dimusnahkan.
Seiring perkembangan jaman, Ogoh-ogoh berkembang pesat di Bali. Berpotensi menjadi atraksi budaya yang diminati oleh wisatawan domestik maupun wisatawan macanegara. Bahkan hampir setiap tahun digelar Festival Ogoh-ogoh . Anak anak muda kreatif membuat Ogoh-ogoh begitu detail dan luar biasa. Hampir dipastikan setiap malam pengerupukan tawur kesanga, Ogoh-ogoh menjadi hal yang sepesial.
Namun pada tahun 2020, Pada hari raya Nyepi yang jatuh pada tanggal 25 Maret 2020 tahun saka 1942. Untuk pertama kalinya sejak tahun 1983 Ogoh-ogoh dilarang. Penyebab utama adalah Pademi Covid-19. Melarang orang berkumun, menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan.
Berbagai reaksi timbul dari masyarakat terutama anak anak muda andalan banjar. Mereka telah mempersiapkan dengan matang Ogoh-ogoh, Bahkan kala itu banyak Ogoh-ogoh yang sudah jadi, akhirnya batal diarak, karena ada aturan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi ditambah himbauan dari Majelis Desa Adat Bali yang melarang pengarakan Ogoh-ogoh . Untuk pertama kali malam pengerupkan 2020 Tahun Baru Saka 1942 tanpa Ogoh-ogoh. Ketika itu Pandemi Covid-19 mulai masuk ke Indonesia dan Bali tak luput dari paparan Covid-19. Pariwisata luluh lantah.
Dilarangnya Ogoh-ogoh diarak pada malam pengerupukan berlanjut pada tahun 2021, Tahun Saka 1943. Lagi lagi penyebabnya virus Covid-19 yang belum reda dan belum mampu dikendalikan penyebaranya. Pupuslah harapan anak anak muda, Seka Teruna mengarak Ogoh-ogoh untuk kedua kalinya.
Pada tahu Saka 1944 yang jatuh pada tanggal 3 Maret 2022, Ogoh ogoh nyaris dilarang lagi. Di awal tahun 2022 kembali muncul wacana pelarangan pengarakan Ogoh-ogoh, bahkan ada berita resmi dari pemerintah bali melarang Ogoh-ogoh. Terjadi tarik ulur di tengah masyarakat. Ditataran akar rumput, ada yang menyatakan dengan tegas melarang, ada pula masyarakat yang tetap menggelar Ogoh-ogoh.
Desakan kemudian muncul dari Pesikian Yoana Majelis Desa Adat Bali. Mereka meminta agar Ogoh-ogoh bisa digelar pada malam pengerupukan tanggal 2 Maret 2022. Permintaan itu kemudian dikabulkan Pemerintah Provinsi Bali melalui Gubernur Wayan Koster. Selain merestui Ogoh-ogoh digelar kembali, Pemprov Bali juga memberikan juara bagi Ogoh-ogoh terbaik.
Editor : Hadi Widodo