get app
inews
Aa Text
Read Next : Penyerahan SK PPPK Pemalang Digelar di Lokasi Banjir Rob, Simbol Kepedulian terhadap Lingkungan

Grebeg Sura: Ritual Tirta Pusaka Tumpangkrasak Simbol Harmoni dan Warisan Budaya Leluhur

Jum'at, 27 Juni 2025 | 12:51 WIB
header img
Grebeg Sura: Ritual Tirta Pusaka Tumpangkrasak Simbol Harmoni dan Warisan Budaya Leluhur. Foto : iNews / Nur Ch

KUDUS, iNewsPantura.id -- Suasana tintrim menyelimuti balai Desa Tumpangkrasak, Kecamatan Jati, Kudus, saat prosesi budaya Grebeg Sura dengan tema: Tirta Pusaka Tetesing Suci Wiyosaning Leluhur digelar pada Kamis malam, 26 Juni 2025, bertepatan dengan malam Jumat Kliwon atau 1 Suro dalam kalender Jawa. 

Tradisi sakral ini menjadi wujud nyata komitmen warga dalam melestarikan nilai-nilai luhur warisan leluhur di tengah arus zaman.

Prosesi diawali dengan pengambilan air dari empat punden desa. Dari masing-masing punden, diambil tujuh kendi air, hingga terkumpul total 28 kendi. Air suci ini kemudian diarak secara khidmat menuju Balai Desa Tumpangkrasak untuk disatukan dan didoakan bersama.

Menurut Kepala Desa Tumpangkrasak, Sarjoko Saputro, tradisi ini bukan sekadar seremonial tahunan, tetapi momen kontemplatif bagi warga untuk merefleksikan perjalanan hidup selama setahun terakhir.
“Di malam Suro ini, kami bermuhasabah bersama, memperbaiki niat dan langkah ke depan. Ini bagian dari laku spiritual sekaligus ikhtiar menjaga harmoni sosial,” ungkap Sarjoko.

Puncak acara akan berlangsung pada Minggu, 29 Juni 2025, melalui kirab budaya yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Air suci yang telah disatukan dan didoakan akan diperebutkan warga dalam tradisi rebutan air pusaka, yang diyakini membawa berkah, keselamatan, dan harapan baik.

“Air ini berasal dari jejak leluhur yang dahulu membuka alas dan merintis peradaban desa. Ini simbol penyatuan empat dukuh, memperkuat kebersamaan dan rasa syukur,” tambahnya.

Selain mengandung makna spiritual, prosesi ini sarat dengan nilai sosial dan edukasi lintas generasi. Tradisi ini diyakini mampu mempererat ikatan antarwarga dan menjaga keberlanjutan kearifan lokal. Tak hanya itu, Tetesing Suci Wiyosaning Leluhur mulai dilirik sebagai potensi wisata budaya yang bisa menjadi daya tarik tahunan bagi wisatawan.

“Ke depan, kami ingin menjadikan prosesi ini sebagai daya pikat budaya sekaligus peluang ekonomi baru bagi desa,” harap Sarjoko.

Sementara itu, sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Fiza Akbar, dalam sambutannya mengatakan, ritual penyatuan air dari empat dukuh pada grebeg sura di desa Tumpang Krasak ini meski dimaknai sebagai simbol persatuan sosial antar warga desa. Kehidupan masyarakat desa tentu tidak lepas dari perbedaan dan gesekan, sekecil apapun. 

“Dan ini sebagai upaya pemerintah desa untuk menautkan emosi dan jiwa sosial warga di empat dukuh sebagai jalan menuju gotong royong dan kehidupan bersama yang leboh harmonis. Dan ini patut kita apresiasi dan kita dukung,” kanjut Fiza.

Apresiasi lain pun datang dari Pemerintah Kabupaten Kudus. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Tika Mutrikah, menilai tradisi ini sebagai aset budaya berharga yang layak dikembangkan.

“Ini adalah praktik pelestarian berbasis kearifan lokal yang sangat luar biasa. Kami siap mendampingi jika warga ingin mengangkatnya menjadi event wisata desa,” ujar Tika.

Dengan semangat nguri-uri kabudayan, warga Tumpangkrasak terus menjaga denyut budaya yang hidup dalam kehidupan sehari-hari mereka—sebagai warisan, jati diri, sekaligus jalan menuju masa depan yang lebih kuat secara sosial dan ekonomi.

Editor : Suryo Sukarno

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut