Koleksi Keris Ribuan Tahun Ditampilkan di Kudus Cultural Fest 2025

KUDUS, iNewsPantura.id -- Museum Kretek Kudus di Desa Getas Pejaten, Kecamatan Jati, menjadi pusat perhatian akhir pekan ini. Gelaran Kudus Cultural Fest 2025 yang berlangsung 29–30 Agustus mengusung tema “Berkarya dan Berbudaya”.
Festival menghadirkan berbagai kegiatan, mulai dari pameran UMKM, pameran seni, talkshow, fashion show, konser musik, hingga teater.
Namun, salah satu yang paling menyedot perhatian pengunjung adalah pameran keris, warisan budaya yang telah diakui UNESCO sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity sejak 2005.
Pameran keris digelar selama dua hari, mulai pukul 09.00 hingga 16.00 WIB. Sebanyak 30 peserta dari Karesidenan Pati ikut serta, ditambah kolektor dari luar Kudus, antara lain Solo, Cirebon, Malang, Pasuruan, dan Bojonegoro.
Kepala Bidang Kebudayaan Disdikpora Kudus, Arief Zudi Tanjung, menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar ajang pamer koleksi, tetapi sarana edukasi bagi masyarakat.
“Keris memiliki nilai luar biasa, bersifat antik, dan unik. Harga sebuah keris bisa dari jutaan hingga ratusan juta rupiah, tergantung kekhasan dan sejarahnya. Melalui pameran ini, kami ingin generasi muda semakin mengenal dan mencintai warisan budaya leluhur,” ujarnya.
Di antara peserta pameran, hadir sosok Mahesa Nempuh (26), kolektor asal Demak. Ia membawa sekitar 30 keris miliknya, termasuk yang berusia ribuan tahun sejak era Singosari. Beberapa bilah bahkan sudah membatu karena usianya yang sangat tua.
“Jenis yang saya bawa antara lain Tilam Sari, Tilam Upih, Singo Barong, Jalak Bethok Kapudan, dan keris Panimbal era Majapahit awal, usianya sekitar 850 tahun,” kata Mahesa.
Kecintaannya pada keris berawal sejak kecil, lalu semakin serius saat ia kuliah di IAIN Kudus pada 2018. Hampir setiap pekan ia berkeliling kampung mencari keris yang disimpan warga.
“Awalnya satu per satu, sekarang sudah ratusan koleksi. Harga yang saya dapatkan bervariasi, dari Rp1 juta sampai Rp25 juta per bilah. Yang penting bukan cuma nilainya, tapi sejarah dan filosofi yang terkandung di dalamnya,” ujarnya sambil tersenyum.
Tak hanya koleksi tua, pameran juga menghadirkan keris bernilai fantastis. Salah satunya adalah Keris Dhapur Naga Sapto era Pakubuwono VII (1830–1858), milik kolektor asal Jakarta, Kohin AR, yang tergabung dalam Paguyuban Tosan Aji Kumala Cakra Kudus.
Keris ini merupakan duplikasi dari pusaka keraton Solo. Dibuat pada 2012 oleh Empu Jamil, dengan kinatah (ukiran logam mulia) oleh almarhum Nugroho, serta disempurnakan oleh Fery Febrianto. Bilahnya dibuat dari emas murni seberat 2 ons, bertatahkan berlian Eropa. Mendhak selutnya menggunakan perak bersepuh emas, sementara warangkanya dari kayu cendana pilihan. Nilai mahar keris ini dipatok sekitar Rp500 juta.
Keindahan dan kemewahan keris tersebut terbukti saat mengikuti ajang Jambore Nasional Keris 2025 di Solo pada Juli lalu. Keris Dhapur Naga Sapto meraih gelar juara umum Best of the Best, menegaskan kualitas seni dan simbol budaya yang dikandungnya.
Bagi masyarakat Jawa, keris bukan hanya sebilah senjata. Ia sarat makna filosofis: keberanian, perlindungan, kewibawaan, hingga doa akan rezeki. Setiap lekuk bilah, pamor (pola logam), hingga bentuk gagang dan sarungnya (warangka) menyimpan cerita panjang perjalanan spiritual dan kebudayaan.
Keris juga menandai status sosial, identitas, bahkan spiritualitas pemiliknya. Tidak heran jika perawatan keris dilakukan dengan ritual khusus, seperti dimandikan dengan bunga setiap malam 1 Suro.
Pameran keris di Kudus Cultural Fest dirancang tidak hanya untuk kolektor, tetapi juga masyarakat umum. Berbagai informasi disajikan agar pengunjung memahami sejarah, jenis, hingga filosofi keris.
Panitia menghadirkan sesi diskusi, pertunjukan gamelan, hingga kesempatan langsung berbincang dengan empu dan kolektor.
Semua dikemas agar masyarakat bisa melihat keris bukan sekadar benda pusaka kuno, tetapi karya seni bernilai tinggi yang patut dilestarikan.
“Lewat festival ini, kami ingin membangun kebanggaan masyarakat Kudus dan generasi muda pada budaya lokal. Keris adalah jati diri bangsa, warisan yang harus dijaga bersama,” ucap Arief Zudi Tanjung.
Editor : Eddie Prayitno