Serapan APBD Kudus Per Agustus 2025 Turun Dibanding Tahun Lalu, PUPR Realisasi Terendah

KUDUS, iNewsPantura.id -- Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kudus hingga 31 Agustus 2025 tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan data Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD), realisasi belanja daerah per Agustus 2025 baru mencapai Rp1,38 triliun atau 52,34 persen dari total pagu Rp2,63 triliun.
Capaian tersebut menurun dibandingkan Agustus 2024 yang mencapai 54,01 persen atau sekitar Rp1,35 triliun dari total pagu Rp2,51 triliun.
Kepala DPPKAD Kudus, Djati Solekhah, menjelaskan, ada sejumlah faktor yang memengaruhi perbedaan kinerja tersebut. “Anggaran perubahan baru ditetapkan pada 15 Agustus 2025 sehingga membutuhkan waktu untuk proses pengadaan barang dan jasa. Selain itu, terdapat pekerjaan fisik bernilai besar yang sudah berjalan tetapi tidak mensyaratkan uang muka kerja sehingga belum terjadi realisasi keuangan. Beberapa kegiatan masih harus menyelesaikan proses perencanaan sehingga pekerjaan fisik belum dapat dilaksanakan, dan beberapa kegiatan juga masih menyelesaikan perencanaan, sementara belanja BOS Pusat dan BOP masih dalam proses rekonsiliasi,” terangnya, Senin (22/9/2025).
Djati mencontohkan pembangunan gedung Perpustakaan Daerah (Arpusda) dengan skema uang muka 25 persen, atau proyek gedung RSUD dari DBHCHT (tanpa skema uang muka) yang realisasinya masih menunggu progres pekerjaan.
Dari sisi organisasi perangkat daerah (OPD), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) kembali menjadi instansi dengan serapan terendah. Pada 2024, serapan PUPR tercatat 17,87 persen, sementara pada 2025 turun menjadi 13,32 persen pada bulan yang sama. Kondisi ini dikhawatirkan berdampak pada terhambatnya pembangunan infrastruktur.
Sebaliknya, sejumlah OPD mampu menunjukkan kinerja positif. Pada 2024, Badan Kesbangpol mencatat serapan tertinggi dengan realisasi sekitar 85 persen. Sedangkan pada 2025, posisi teratas ditempati Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan KB dengan capaian 81,13 persen.
Pengamat ekonomi publik dari Universitas Muhammadiyah Kudus (UMKU), Dr. Bonnix Hedy Maulana, SE, MSi, menilai capaian serapan APBD 2025 cukup mengecewakan bila dibandingkan tahun sebelumnya. “Ini bisa jadi dampak dinamika peralihan kepemimpinan, di mana proses politik anggaran menjadi bagian dari keterlambatan. Meski begitu, saya yakin Pemkab Kudus sudah menyiapkan antisipasi dan manajemen risiko atas situasi ini,” ujarnya.
Menurut Bonnix, rendahnya serapan anggaran dapat memperlambat perputaran uang di masyarakat. “Tentu berpengaruh pada multiplier effect, baik terhadap pertumbuhan ekonomi maupun daya serap tenaga kerja. Bahkan bisa menunda penghasilan masyarakat karena peluang kerja ikut tertunda,” jelasnya.
Ia juga menyoroti rendahnya serapan PUPR selama dua tahun berturut-turut. “Implikasinya bukan hanya ekonomi, tetapi juga pelayanan publik yang terhambat. Perlu ada terobosan baru, misalnya pengadaan proyek fisik bernilai besar dilakukan sejak awal tahun,” katanya.
Capaian tinggi sejumlah OPD menunjukkan pentingnya konsistensi dalam perencanaan dan eksekusi. “Sistem sebenarnya sudah bagus. Tinggal perlu tim percepatan pembangunan yang memantau DPA setiap bulan,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kudus, Anis Hidayat, meminta pemerintah daerah segera mengambil langkah percepatan agar penyerapan APBD 2025 tidak menumpuk di akhir tahun. “Eksekusi program harus segera dipacu agar manfaatnya dirasakan masyarakat. Jangan sampai anggaran kembali menumpuk di penghujung tahun,” ujarnya.
Keterlambatan lelang dan kekosongan jabatan kepala dinas ini menurut Bonnix (masih) cukup logis, namun dia mengingatkan untuk tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. “Tanpa kepala dinas, eksekusi pasti terhambat. Ada pengaruhnya. Karenanya kekosongan jabatan sebisa mungkin segera dipenuhi, karena yang dipertaruhkan adalah kepentingan masyarakat. Kalau perlu ada kontrak sosial jika proses kadinas kosong lebih dari aturan maka masyarakat perlu mempertanyakan ke eksekutif dan legislatif,” tandasnya.
Editor : Suryo Sukarno