Data Mengejutkan! Lebih dari 50% Anak Perempuan Usia 13-17 Tahun Alami Kekerasan Fisik hingga Seksua

PURWOKERTO, iNewsPantura.id - Data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 menunjukkan lebih dari separuh anak perempuan usia 13–17 tahun pernah mengalami sedikitnya satu bentuk kekerasan.
Bentuk kekerasan itu antara lain antara kekerasan fisik maupun kekerasan seksual dan kekerasan psikis.
Hal ini disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi
dalam Sidang Senat Terbuka Dies Natalis ke-24 Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Rabu (25/9/2025).
Arifah Fauzi menegaskan bahwa kekerasan terhadap anak dan perempuan masih menjadi persoalan serius di Indonesia.
Arifah menyebut kondisi ini sebagai fenomena “gunung es”. Menurutnya, banyak kasus kekerasan tidak pernah terungkap, baik karena korban takut melapor maupun adanya stigma sosial.
“Kasus anak yang dipersepsikan menjual keperawanannya sejatinya adalah korban eksploitasi seksual komersial anak (ESKA) atau Anak yang Dilacurkan (AYLA). Mereka adalah korban kegagalan sistem perlindungan, kemiskinan, dan minimnya akses pendidikan. Ironisnya, mereka kerap mendapat stigma negatif, padahal sejatinya butuh perlindungan,” ujar Arifah.
Ia menambahkan, data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) hingga 20 September 2025 juga mencatat kekerasan seksual masih menjadi kasus terbanyak yang menimpa anak.
Sementara itu, kasus kekerasan terhadap perempuan paling banyak berupa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Ia juga menyoroti ruang pendidikan, termasuk kampus, yang ternyata tidak steril dari kekerasan. Data Kemendikbudristek 2020 menyebut 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di perguruan tinggi, dan 63 persen kasus tidak dilaporkan. “Ini alarm keras bagi semua pihak. Kampus harus jadi ruang aman, bukan sebaliknya,” tuturnya.
Sebagai langkah konkret, pemerintah telah menerbitkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) serta Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi. Kebijakan ini mewajibkan setiap perguruan tinggi membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS).
Arifah menekankan pentingnya gerakan bersama melibatkan seluruh elemen masyarakat. “Melindungi perempuan dan anak adalah tanggung jawab kita bersama. Mereka adalah dua pertiga penduduk Indonesia dan kunci keberhasilan pembangunan menuju Indonesia Emas 2045,” katanya.
Editor : Suryo Sukarno