Dikutip dari kajian Habib Muhammad Fauzi bin Ahmad bin Ismail bin Yahya Cirebon tentang kisah Seorang laki-laki datang menemui seorang alim. Ia berkata,
“Syekh, aku mohon tolong ajarkan padaku apa itu syariat, thariqat dan hakikat secara singkat dan cepat.”
Syekh yang alim ini menganggukkan kepalanya. Lalu ia mengajak laki-laki itu ke pasar.
Setiba di pasar, keduanya melihat seorang penjual buah-buahan.
Syekh berkata pada laki-laki tadi,
“Orang itu di masa mudanya melakukan dosa besar. Ia pantas untuk ditampar. Pergilah ke dekatnya lalu tampar wajahnya!”.
Laki-laki ini mulanya ragu. Bagaimana mungkin ia akan menampar orang yang tidak ia kenal dan tidak pernah ada masalah apapun dengannya. Tapi demi menuruti perintah Syekh, ia pun melangkah menuju penjual buah itu lalu menamparnya.
Tidak menunggu lama, penjual buah tersebut membalas tamparan laki-laki itu dengan tamparan yang lebih keras. Tapi ketika tahu kalau Syekh yang menyuruh, penjual buah itu meminta maaf.
Keduanya kembali berjalan. Tiba-tiba mereka melihat seorang penjual daging.
Syekh berkata pada laki-laki tadi,
“Orang ini juga telah melakukan dosa di waktu mudanya. Ia berhak untuk ditampar. Datanglah ke dekatnya dan tampar mukanya!”
Demi mentaati Syekh, laki-laki tersebut melangkah ke arah penjual daging tersebut lalu menamparnya. Namun penjual daging ini tidak membalas. Ia hanya menengadahkan wajahnya ke langit dan berkata,
“Cukuplah Allah tempatku mengadu. Biarlah Dia yang membalasmu.”
Keduanya kembali melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba mereka melihat seorang tukang jagal yang berbadan tegap dan besar.
Syekh memintanya untuk menampar tukang jagal itu. Dengan sedikit takut ia melangkah ke arah tukang jagal tersebut lalu menamparnya.
Setelah ditampar, tukang jagal ini hanya tersenyum. Ia tidak membalas sedikitpun. Lalu ia berkata,
“Sampaikan salamku pada gurumu.”
Kemudian Syekh berkata pada laki-laki itu:
“Yang pertama tadi, itulah syariah. Kezaliman dibalas dengan kezaliman. Dan memang untuk itulah ia diturunkan, mengatur hubungan antar manusia secara tegas dan adil.
Adapun yang kedua, itulah thariqah. Ia tidak mengambil haknya. Ia menyerahkan semuanya pada Allah apa balasan yang pantas untukmu.
Sementara yang ketiga, itulah hakikat. Ia tidak merasa punya hak sama sekali. Lisan halnya berkata :
قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللهِ
“Katakanlah semua dari sisi Allah.”
الشريعة : هذا لك وهذا لي
Syariat : Ini untukmu, ini untukku.
الطريقة : ما لي هو لك
Thariqat : Untukku adalah untukmu.
الحقيقة : لا لي ولا لك
Hakikat : Tidak ada untukku dan untukmu.
Semua adalah untuk dan milik Allah SWT.
والله تعالى أعلم وأحكم
Editor : Hadi Widodo