Kuasa Hukum Tegaskan Dicky Tak Punya Wewenang Putus Kredit BJB–Sritex
SEMARANG, iNewsPantura.id – Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit Bank BJB kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Jalan Suratmo, Selasa (23/12/2025).
Sidang beragenda pembacaan eksepsi tersebut menghadirkan terdakwa Pemimpin Divisi Korporasi Bank BJB, Dicky Syahbandinata, yang hadir didampingi tim kuasa hukumnya dari Kantor Otto Cornelis Kaligis & Associates.
Di hadapan majelis hakim, Dicky Syahbandinata secara tegas membantah seluruh dakwaan jaksa penuntut umum dan memohon agar majelis hakim menyatakan dirinya tidak bersalah serta membebaskan dari seluruh dakwaan.
Usai sidang, tim kuasa hukum Dicky Syahbandinata, SE., ME., menegaskan bahwa kliennya bukan pihak yang memiliki kewenangan memutuskan maupun mencairkan kredit Bank BJB kepada PT Sritex.
Kuasa hukum menilai penetapan Dicky sebagai tersangka merupakan bentuk kriminalisasi dan penegakan hukum tebang pilih dalam perkara dugaan korupsi kredit tersebut.
Hal itu disampaikan tim kuasa hukum dari Kantor Otto Cornelis Kaligis & Associates kepada awak media usai persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (23/12/2025).
Menurut Kaligis, sejak 17 Desember 2025 pihaknya resmi mendampingi Dicky Syahbandinata yang diketahui menjabat sebagai Pemimpin Divisi Korporasi Bank BJB sejak akhir tahun 2017.
Ditegaskan pula bahwa seluruh keputusan pemberian kredit kepada PT Sritex merupakan keputusan kolektif Komite Kredit, sesuai dengan batas kewenangan yang berlaku di internal Bank BJB.
Proses pemberian kredit, kata kuasa hukum, melalui analisis teknis berlapis yang melibatkan berbagai divisi, mulai dari Divisi Credit Risk, Kepatuhan, Hukum, hingga Operasional, yang dituangkan dalam Memorandum Analisa Kredit (MAK) dan dibahas dalam Rapat Teknis (RATEK) sebelum diputuskan oleh pejabat pemegang kewenangan risiko dan bisnis.
“Klien kami tidak pernah menjadi pemutus kredit, tidak memiliki kewenangan mutlak, dan tidak dapat mengintervensi proses pemberian kredit,” tegas OC Kaligis.
Selain itu, pencairan kredit dilakukan secara bertahap, dimulai dari verifikasi teknis, dilanjutkan Divisi Operasional, hingga pelaksanaan di kantor cabang.
Setiap unit kerja memiliki pimpinan masing-masing sehingga tidak mungkin dikendalikan oleh satu orang.
Dalam perkara ini, kuasa hukum juga menegaskan tidak ada aliran dana, suap, atau imbalan apa pun yang diterima Dicky Syahbandinata dari PT Sritex.
Kliennya juga tidak memiliki kepentingan pribadi atas pemberian fasilitas kredit tersebut.
Kuasa hukum menyoroti fakta bahwa Dicky Syahbandinata sudah tidak bekerja di Bank BJB sejak tahun 2023.
Namun pada 21 Mei 2025, ia dijemput Kejaksaan Agung RI, ditetapkan sebagai tersangka, dan ditahan hingga kini atas dugaan tindak pidana yang menurut kuasa hukum tidak pernah dilakukannya.
“Risiko kredit adalah risiko bisnis perbankan, bukan kerugian keuangan negara. Faktanya, pemerintah daerah sebagai pemegang saham Bank BJB tidak mengalami kerugian dan tetap menerima dividen,” ujar kuasa hukum.
Atas dasar tersebut, tim penasihat hukum menilai Dicky Syahbandinata merupakan korban kriminalisasi dan tebang pilih dalam penanganan perkara kredit Bank BJB–Sritex.
Editor : Suryo Sukarno