Tanggal 10 Ramadan 8 Hijriyah (630 M) merupakan tanggal bersejarah bagi umat Islam. Pada hari itu, terjadi peristiwa besar yang kelak dikenal sebagai peristiwa Pembebasan Mekah (Fathu Makkah). Umat Islam mengambil alih Kota Mekah dari kekuasaan kafir Quraisy tanpa bunyi genderang perang, tanpa suara pedang yang berdentingan. Pun tak ada darah yang tertumpah di atas tanah Mekah.
Umat Islam yang kala itu dipimpin langsung oleh Rasulullah saw, ketika menginjakkan kaki di tanah haram, segera mensucikan Kakbah dan sekitar Masjidil Haram dari berhala sembahan kafir Quraisy.
Mula asal terjadinya peristiwa Fathu Mekkah dilatarbelakangi oleh konflik antara Bani Khuza’ah dengan Bani Bakar. Muhammad Ridha dalam Sirah Nabawiyah (2010) mencatat, dua kabilah ini telah lama saling bermusuhan. Bahkan, sejak zaman Jahiliyah. Namun, yang menjadi permasalahan kala itu, konflik di antara kedua kabilah ini terjadi saat umat Islam dan kaum Quraisy sedang menjalani masa genjatan senjata, sesuai perjanjian Hudaibiyah.
Dikutip dari tebuireng.online, Rasulullah saw yang memimpin penaklukan membawa sekitar 10.000 orang pasukan. Mereka berasal dari kabilah Aslam, Ghiffar, Mazinah, Juhainah, dan sebagainya. Mereka bertemu di Zhahran, sebuah tempat yang terletak antara Mekah dan Madinah.
Di tengah perjalanan, rombongan Rasulullah saw menyaksikan nyala api unggun yang berasal dari sekelompok orang. Mereka pun bertanya-tanya, rombongan siapa yang tengah menyalakan api unggun itu. Selidik punya selidik, rupanya di antara rombongan itu terdapat pimpinan kaum Quraisy, Abu Sufyan. Saat itu, penyair yang juga penunggang kuda yang handal itu diutus kaumnya untuk bernegosiasi kembali dengan Rasulullah tentang kekuasaan Kota Mekah. Negosiasi itu dilakukan, mengingat negosiasi pertama gagal menemukan kata sepakat.
Namun, di hadapan Rasulullah saw., lelaki dengan tubuhnya yang gagah itu justru menunjukkan sikapnya yang melunak. Abu Sufyan menginsafi perbuatannya yang keliru, karena melawan sepupunya sendiri. Bahkan, ia mengaku bersalah karena telah menyia-nyiakan kesempatan yang istimewa untuk memeluk ajaran agama Allah Swt. Bersamaan dengan itu, Abu Sufyan lantas berikrar di hadapan Rasulullah, mendeklarasikan imannya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Selepas peristiwa itu, Abbas memberi saran kepada Abu Sufyan agar ia segera kembali ke Mekah untuk mengevakuasi penduduk Kota Mekah, sebelum Rasulullah saw tiba di Mekah. Apalagi Rasulullah saat itu telah berkata kepada Abu Sufyan, sesiapapun yang masuk ke rumahmu, atau menutup pintu rumahnya dan masuk ke Masjidil Haram maka dia aman.
Perkataan Rasulullah, saat itu bisa diterjemahkan sebagai jaminan keamanan sekaligus ultimatum kepada penduduk Kota Mekah. Jaminan keamanan diberikan apabila penduduk Kota Mekah menerima kehadiran Rasulullah dan rombongan dengan sikap yang tenang, tanpa perlawanan. Tetapi, menjadi ultimatum, apabila ada salah seorang dari mereka yang nyata-nyata melawan.
Dengan segera, Abu Sufyan memacu laju kudanya menuju Kota Mekah. Di hadapan orang-orang Mekah, ia sampaikan pesan Rasulullah. Sebagai pemimpin Quraisy, ucapan Abu Sufyan rupanya masih didengar dan ditaati penduduk Mekah. Mereka pun melakukan apa yang dianjurkan Rasulullah.
Perjalanan Rasulullah saw beserta 10.000 pasukan itu pun dilanjutkan. Namun, Rasulullah meminta agar para pemimpin pasukannya tidak bertindak gegabah. Mereka hanya dibolehkan menyerang orang-orang yang terang-terangan menyerang pasukan Islam. Kecuali, enam laki-laki dan empat perempuan yang Rasulullah Saw perintahkan agar langsung dihukum mati, di mana pun mereka ditemukan.
Disebutkan, mereka adalah Ikrimah bin Abu Jahal, Hubar bin Al-Aswad, Abdullah bin Sa’d bin Abu Sarah, Muqais bin Shababah Al-Laitsi, Al-Huwairits bin Muqaiyid, Abdullah bin Hilal, Hindun binti Utbah, Sarah mantan budak Umar bin Hasyim serta dua budak perempuan yang sering menghina Rasulullah Saw dengan nyanyian yang mereka senandungkan. Kedua budak itu bernama, Fartana dan Qaribah. Meski begitu, Rasulullah saw menarik perintah itu. Sebab, di antara mereka ada yang beriman seperti Ikrimah dan Hindun.
Sesuai rencana, pasukan Islam memasuki Kota Mekah dari dua sisi. Rasulullah saw memasuki Kota Mekah dari atas bukit. Sementara, atas perintah Rasulullah, Khalid bin Walid membawa pasukannya memasuki Kota Mekah dari sisi bawah. Saat itu tak satu pun perlawanan muncul. Hanya, terhadap Khalid bin Walid r.a. dan pasukannya, sekelompok kaum musyrikin sempat memberikan perlawanan.
Beberapa tokoh yang memimpin perlawanan itu adalah Ikrimah bin Abu Jahal dan Shafwan bin Umayyah. Perlawanan itu dihadapi dengan gagah oleh Khalid bin Walid. Dan, tanpa kesulitan, pasukan Khalid bin Walid pun mampu menjatuhkan lawan mereka. Tercatat, dua puluh empat orang dari suku Quraisy tewas dalam perlawanan itu. Sedangkan empat korban lainnya, berasal dari suku Huzail.
Selepas penaklukan itu, Rasulullah saw mengambil langkah pertama yang sangat strategid. Yaitu, ketika memasuki Mekah, beliau langsung menuju Masjidil Haram. Di sana pula, beliau memerintahkan pasukannya untuk membersihkan Kakbah. Berhala-berhala sesembahan orang Quraisy yang jumlahnya sekitar 360 buah dibersihkan. Begitu pula ruangan di dalam Kakbah. Dibersihkan dari berhala-berhala yang diletakkan di sana serta dilepas pula lukisan-lukisan yang oleh suku Quraisy percayai sebagai Nabi Ibrahim dan Ismail.
Jadilah Kakbah suci. Lantas, Rasulullah memanggil Bilal. Beliau perintahkan agar Bilal menaiki dinding Kakbah untuk menyerukan lantunan azan. Lantunan azan yang disuarakan Bilal itu rupanya mengundang perhatian penduduk Mekah. Mereka lantas berduyun-duyun datang dan saat itu pula mereka menyatakan keimanan mereka.
*Referensi kitab Fiqh Sirah an-Nabawiyah karya Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi hal 262
Editor : Hadi Widodo