Tragedi Petrus Dibedah Lagi: Harapan dan Luka yang Belum Pulih

Donny Marendra
Suasana diskusi dan peluncuran buku Bati Mulyono Target Pertama Penambakan Misterius. Foto : iNewsPantura.id / Donny M

SEMARANG,  iNewsPantura.id – Penembakan misterius atau Petrus masih menjadi luka mendalam dalam sejarah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Ribuan orang menjadi korban dalam peristiwa yang terjadi pada kurun waktu 1982 hingga 1985 tersebut.

Meski Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) telah mengeluarkan 11 rekomendasi pada 2023, pemerintah dinilai belum sepenuhnya melaksanakan amanat tersebut.

Hal ini mengemuka dalam diskusi bertajuk Tragedi Kemanusiaan Petrus dan Penyelesaiannya Hari Ini yang digelar di Hotel Alam Indah, Semarang, Sabtu malam, 2 Agustus 2025.

Dosen Fakultas Hukum Undip yang juga anggota Tim PPHAM, Rahayu, mengatakan baru satu rekomendasi yang mulai dijalankan pemerintah, yakni terkait pemulihan hak korban dan keluarga.

“Dari 11 rekomendasi, memang baru pemulihan hak-hak korban dan keluarganya yang sudah mulai dijalankan,” ujar Rahayu dalam sesi diskusi.

Ia berharap pemerintahan Presiden Prabowo memberi perhatian serius terhadap implementasi seluruh rekomendasi tersebut.

“Karena ini masa transisi pemerintahan, kita berharap menjadi perhatian di pemerintahan yang baru,” tambahnya.

Rekomendasi PPHAM mencakup sejumlah aspek, antara lain pengakuan dan penyesalan, pemulihan hak korban, pemulihan trauma, hingga penegakan hukum.

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengungkapkan bahwa hingga 2020 terdapat 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu, salah satunya Petrus. Namun, 12 berkas penyelidikan yang telah diserahkan Komnas HAM ke Kejaksaan Agung belum juga ditindaklanjuti ke tahap penyidikan.

“Di periode lalu Komnas HAM sudah serahkan berkas penyelidikannya ke Kejaksaan Agung, tapi sampai hari ini belum ada tindak lanjut,” tegas Atnike.

Ia juga menambahkan, kasus-kasus lain bernasib serupa. “Yang sudah diadili itu baru kasus Tanjung Priok, Timor Timur, dan Abepura,” jelasnya.

Untuk era pemerintahan saat ini, menurut Atnike, belum ada langkah resmi lanjutan meski sempat muncul wacana kebijakan non-yudisial.

Dalam diskusi ini juga diluncurkan buku berjudul Bati Mulyono: Target Pertama Penembakan Misterius, yang ditulis untuk mengenang 100 hari wafatnya Bati Mulyono, salah satu penyintas Petrus.

Putri Bati Mulyono, Ida Budhiati, menjelaskan bahwa buku ini lahir dari keinginan sahabat-sahabat ayahnya untuk menulis pandangan mereka terhadap sosok Bati.

“Keluarga tidak punya motif politik. Kami hanya ingin membagikan catatan sejarah tentang naik-turunnya hak asasi manusia di masa itu,” jelas Ida.

Ia menambahkan, buku ini juga menjadi sarana edukasi tentang pentingnya hak-hak fundamental warga negara dalam sistem demokrasi.

“Kalau ada warga yang diduga melakukan pelanggaran hukum, prosesnya harus melalui jalur hukum. Nilai-nilai edukatif ini yang ingin kami sampaikan lewat buku,” tutupnya.

Editor : Suryo Sukarno

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network