Duta Besar Palestina Tegaskan Konflik di Palestina adalah Persoalan Politik bukan Agama

Nanang Sulaeman
Duta Besar Palestina Tegaskan Pertikaian Palestina adalah Persoalan Politik bukan Agama (Foto: Freepic)

YOGYAKARTA - Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Dr. Zuhair Al Shun meyakinkan publik Indonesia bahwa perselisihan di wilayah tersebut adalah masalah politik.

Penegasan ini penting karena di Indonesia konflik Palestina sering dianggap berbasis agama, bahwa Palestina terbentuk oleh komunitas Muslim, Kristen dan Yahudi yang awalnya dulu tinggal bersama dalam damai.

“Banyak orang Yahudi yang masih tinggal bersama kami di kota Yafa, tidak ada masalah. Kami melakukan muamalah atau berinteraksi sosial secara biasa, sesuai tuntunan yang ada,” kata Zuhair Ketika memberikan kuliah di Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, Selasa (17/5/2022). Zuhair mengisi Ambassadorial Lecture bertema The Future of Palestine: Paving The Way for Sustainable Peace.

Kondisi mulai berubah, pasca Deklarasi Balfour pada 1917, yang membuat seolah-olah bangsa Yahudi diberikan rumah. Sejak saat itu, sejumlah pihak mulai berusaha memelintir apa yang awalnya sebuah konflik politik, menjadi perang agama.

“Belakangan agama juga dijadikan kendaraan, tameng untuk mencari massa, mencari dukungan, sehingga kemudian mulailah ada oknum-oknum yang membuat kekacauan di masjid, di gereja dan seterusnya, semata-mata untuk menggambarkan bahwa ini konflik agama,” papar Zuhair.

Dia juga menambahkan, bagi Muslim, kitab suci sudah memberikan dalil kuat untuk menyatukan kekuatan melawan Israel atas nama agama. Namun Zuhair sekali lagi mengulang, konflik yang terjadi bukan soal agama. Karena itu penyelesaian yang dilakukan adalah pendekatan politik. Membantu Palestina juga bukan hanya soal membantu Muslim, tetapi juga mendukung umat Kristen yang hidup di sana.

Justru, bagi bangsa Palestina konsep ahlul kitab mendekatkan agama-agama yang ada. Konsep ini menerangkan bahwa orang-orang Yahudi, Nasrani dan Islam memiliki kedekatan karena agama mereka sama-sama semitik atau samawiyah.

“Jadi kami bisa memiliki pola berpikir, pola penerimaan atau pola beragama yang mirip. Jadi sebenarnya tidak ada masalah, kami bisa hidup berdampingan,” tegasnya.

Persoalan selama 74 tahun ini tidak selesai, karena masalah politik yang muncul, dipropagandakan untuk kepentingan tertentu oleh kelompok-kelompok yang berkonspirasi. Tidak mengherankan, katanya, jika krisis di Palestina tidak selesai sampai hari ini.

“Hari ini, kita sudah 74 tahun dalam memori, mengenang apa yang disebut dengan Nakba atau hari ketika pada 1948 Israel menempati Palestina. Sejak saat itu 6,5 juta warga Palestina menjad pengungsi, tersebar di seluruh penjuru dunia, merasakan penderitaan, kedholiman yang dipicu oleh konspirasi politik, oleh beberapa negara, untuk mengelabuhi fakta,” tambahnya.

Zuhair mengingatkan, fakta sejarah membuktikan bahwa Palestina adalah Tanah Air mereka, dan itu tidak bisa dihindari. PBB telah memutuskan pembagian wilayah 56 persen untuk Israel dan 44 persen untuk Palestina. Namun penguasaan wilayah terus dilakukan Israel, hingga hanya 22 persen wilayah yang dikuasai Palestina. Upaya pencaplokan masih terus dilakukan sampai saat ini.

Rektor UII, Fathul Wahid, menyebut penyelenggaraan kuliah umum ini adalah bentuk dukungan universitas tersebut bagi perjuangan bangsa Palestina. Bukan kali ini saja, berbagai bentuk dukungan, terutama penggalanan dana dan sumbangan pemikiran telah dilakukan UII sejak sepuluh tahun terakhir.

“Seperti sudah kita ketahui bersama, Palestina adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, bahkan sebelum proklamasi kemerdekaan itu sendiri,” kata Fathul memberi alasan.

Editor : Hadi Widodo

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network