PEKALONGAN, iNewsPantura.id - Terdapat anjuran bahwa khotib dan imam pada pelaksanaan shalat jumat harus satu orang yang sama.
اسْتِحْبَابُ كَوْنِ الْخَطِيبِ وَالإِْمَامِ وَاحِدًا :
32 - يُسْتَحَبُّ أَنْ لاَ يَؤُمَّ الْقَوْمَ إِلاَّ مَنْ خَطَبَ فِيهِمْ ؛ لأَِنَّ الصَّلاَةَ وَالْخُطْبَةَ كَشَيْءٍ وَاحِدٍ (2) ، قَال فِي تَنْوِيرِ الأَْبْصَارِ : فَإِنْ فَعَل بِأَنْ خَطَبَ صَبِيٌّ بِإِذْنِ السُّلْطَانِ وَصَلَّى بَالِغٌ جَازَ (3) ، غَيْرَ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ فِي الإِْمَامِ حِينَئِذٍ أَنْ يَكُونَ مِمَّنْ قَدْ شَهِدَ الْخُطْبَةَ . قَال فِي الْبَدَائِعِ : وَلَوْ أَحْدَثَ الإِْمَامُ بَعْدَ الْخُطْبَةِ قَبْل الشُّرُوعِ فِي الصَّلاَةِ فَقَدَّمَ رَجُلاً يُصَلِّي بِالنَّاسِ : إِنْ كَانَ مِمَّنْ شَهِدَ الْخُطْبَةَ أَوْ شَيْئًا مِنْهَا جَازَ ، وَإِنْ لَمْ يَشْهَدْ شَيْئًا مِنَ الْخُطْبَةِ لَمْ يَجُزْ ، وَيُصَلِّي بِهِمُ الظُّهْرَ ، وَهُوَ مَا ذَهَبَ إِلَيْهِ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ (4) .
وَخَالَفَ فِي ذَلِكَ الْمَالِكِيَّةُ ، فَذَهَبُوا إِلَى وُجُوبِ كَوْنِ الْخَطِيبِ وَالإِْمَامِ وَاحِدًا إِلاَّ لِعُذْرٍ كَمَرَضٍ ، وَكَأَنْ لاَ يَقْدِرَ الإِْمَامُ عَلَى الْخُطْبَةِ ، أَوْ لاَ يُحْسِنَهَا (5) .
__________
(2) منية المصلي ص 246 ، والدر المختار 1 / 576 .
(3) الدر المختار على هامش ابن عابدين 1 / 576 .
(4) البدائع 1 / 265 ، المغني 2 / 307 ، حاشية الجمل 2 / 58 ، كشاف القناع 2 / 34 .
(5) راجع شرح الجواهر الزكية 123 .
Disunahkan shalat jumah tidak diimami oleh selain orang yang ditunjuk menjadi khotib, karena shalat jumah dan khutbah seperti sesuatu yang satu (Minyah al-Mushalli hal. 246, ad-Durr al-Mukhtaar I/576))
Dalam Kitab Tanwiir al-Abshaar diterangkan “Bila terjadi seorang bocah berkhutbah atas rekomendasi seorang penguasa dan yang menjadi imam orang lain yang baligh maka boleh hanya saja disyaratkan imam shalat tersebut hadir saat khutbah berlangsung ad-Durr al-Mukhtaar I/576)
Dalam Kitab al-Badaa-i’ dituturkan “Bila imam hadats seusai khutbah sebelum menjalankan shalat jumat, kemudian menjadikan orang lain sebagai imam bila ia hadir saat khutbah berlangsung atau ia mendapati sebagian isi khutbah maka boleh bila tidak maka tidak boleh dan harus mengerjakan shalat dhuhur, pernyataan ini yang dipilih oleh mayoritas ulama Fiqh (al-Badaa-i’ I/263, Hasyiyah al-Jamal II/58, al-Mughni II/307, Kisyaaf al-Qinaa II/34)
Kalangan Malikiyyah berbeda pendapat mengenai ketentuan diatas, menurut mereka keberadaan Khotib dan Imam shalat jumah harus satu orang kecuali bila terdapat udzur (halangan) seperti sakit dan imam tidak mampu atau layak menjalankan fungsinya sebagai khotib. (Syarh al-Jawaahir hal 123)
Editor : Hadi Widodo