JAKARTA, iNewsPantura.id - Utang Pemerintah RI terus meningkat dan sekarang menembus angka Rp7.554 Triliun. Meski begitu, pemerintah menilai rasio utang tersebut masih aman, wajar dan terkendali.
Posisi utang Indonesia per 30 November 2022, tembus Rp7.554,25 triliun. Jumlah itu naik dari bulan sebelumnya sebesar Rp7.496,7 triliun. Kendati demikian komposisi utang Indonesia per November terhadap produk domestik bruto (PDB) diklaim masih aman. Itu karena rasio utang terhadap Produk Domsetik Bruto (PDB) sebesar 38,65 persen.
"Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam publikasi final APBN KITA edisi Desember 2022, dikutip Kamis (29/12/2022).
Utang tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp6.697,83 triliun dan pinjaman sebesar Rp856,42 triliun. Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah didominasi instrumen SBN yang mencapai 88,66 persen dari seluruh komposisi utang akhir November 2022. Sedangkan berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi mata uang domestik (rupiah) sebesar 70,36 persen.
Menurutnya, langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri. "Dengan strategi utang yang memprioritaskan penerbitan dalam mata uang Rupiah, porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat makin terjaga," ujarnya.
Sementara itu, kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh perbankan dan diikuti Bank Indonesia (BI). Sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57 persen, hingga akhir 2021 tercatat 19,05 persen, dan per 15 Desember 2022 mencapai 14,64 persen. "Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah yang konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup. Meski demikian, dampak normalisasi kebijakan moneter terhadap pasar SBN tetap masih perlu diwaspadai," tutur dia.
Editor : Muhammad Burhan