KEBUMEN,iNewsPantura.id - - Peserta Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komite Nasional Geopark Indonesia (KNGI) asal Geopark Natuna, Basri tidak menyangka kopi panas yang diseruput di Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Hutan Mangrove Muara Kali Ijo, Desa Ayah Kebumen terbuat dari biji mangrove.
Kali pertama ini menjajal kopi biji mangrove, Bisri mengaku ada sensasi berbeda rasanya khas, berbeda dengan kopi yang biasa dinikmatinya.
"Kopi ini secara umum, rasanya enak. Kalau kopi kan ada yang asam, ada yang pahit. Ini di tengah-tengah," ungkap Basri.
Selain kopi, Basri juga mencicipi sejumlah kudapan berbahan mangrove. Dia juga melihat budidaya kepiting, yang hasilnya dapat menambah perekonomian masyarakat.
Sementara itu Sodikin, petani budidaya kepiting KEE Hutan Mangrove Muara Kali Ijo di Desa Ayah, mengatakan, pihaknya bersama Kelompok Tani Hutan (KTH) Pansela melakukan budidaya kepiting sejak lama.
"Budidaya kepiting mulai ukuran 1 ons minimal sampai 1,5 ons. Ini nangkap dari alam (hutan mangrove). Ini pembesaran saja," ujarnya.
Pihaknya menjual kepiting per kg yaitu Rp 120 ribu di hari biasa, dan Rp 150 ribu per kg saat hari libur seperti Natal dan tahun baru atau hari besar lainnya
Kedatangan Basri ke Kebumen sebagai peserta KNGI, dimanfaatkan benar untuk field visit atau kunjungan lapangan. Mereka menjelajahi dan mempelajari situs geopark, sekaligus menikmati keindahan objek wisatanya.
Perwakilan panitia Rakornas KNGI Dwi Aryoga Gautama, membeberkan, kunjungan lapangan itu untuk melihat potensi geopark dan tempat wisata.di Kebumen. Di hutan mangrove Muara Kali Ijo, peserta bisa mengetahui konservasi mangrove sebagai ekosistem laut terdepan dalam menangani isu karbon, industri perikanan, serta menyuplai perikanan di wilayah Kali Ijo.
Sementara, di tempat konservasi penyu di Pantai Kembar Terpadu, peserta juga bisa mengetahui jika geopark juga berperan menjaga dan menghayati spesies laut seperti penyu.
"Kami dari mitra pemerintah, dari proyek solusi, kita akan membantu tata kelola terintegrasi, darat dan laut, bagaimana dari pesisir ke pantai, itu saling terintegrasi dalam pengelolaan biodiversity-nya (keanekaragaman hayati)," terangnya.
Relawan konservasi penyu di Pantai Kembar Terpadu, Zahra Asyifa mengatakan, penanganan konservasi penyu bukan tanpa kendala. Sebab, memang masih ada pemuda di wilayahnya yang belum peduli dengan konservasi penyu.
"Secara bertahap, di sini ada pembelajaran. Di pembelajaran itu kita terangkan bagaimana konservasi penyu," kata Zahra.
Termasuk dampak, terutama ekonomi yang dihasilkan dengan melakukan konservasi penyu. Lambat laun, kata perempuan 19 tahun ini, pemuda banyak yang berubah menjadi peduli dengan konservasi penyu.
Editor : Eddie Prayitno