Cuaca Tak Menentu, Dinkes Minta Masyarakat Jangan Lengah Terhadap Ancaman DBD
![header img](https://img.inews.co.id/media/600/files/networks/2025/02/10/75538_mencegah-penyakit-dbd.jpg)
PEKALONGAN, iNewsPantura.id - Dalam beberapa pekan terakhir, perubahan cuaca yang tidak menentu menjadi perhatian serius bagi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pekalongan. Kondisi cuaca yang berubah-ubah dari panas terik ke hujan deras dalam waktu singkat berpotensi meningkatkan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Oleh sebab itu, Dinkes mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada dan tidak lengah dalam melakukan pencegahan.
Kepala Dinas Kesehatan, Slamet Budiyanto melalui Epidemologi Muda, Opik Taufik mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan aktif dalam melakukan pencegahan DBD di lingkungan sekitar.
“Cuaca yang tidak stabil seperti ini menciptakan kondisi ideal bagi nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak. Genangan air yang terbentuk setelah hujan menjadi tempat sempurna bagi jentik nyamuk,” tuturnya, Senin (10/2/2025).
Opik menyebutkan, di awal Tahun 2025 hingga saat ini sudah ada 24 kasus DBD yang terjadi di Kota Pekalongan, dan satu diantaranya meninggal dunia. Sementara, sepanjang Tahun 2024 lalu kasus DBD di Kota Pekalongan juga meningkat tajam dari tahun sebelumnya di tahun 2023 yang hanya 69 kasus, 3 orang diantaranya meninggal dunia. Dimana, pada Tahub 2024 lalu, kasus DBD yang terjadi mencapai 127 kasus, 3 diantaranya meninggal dunia. Kenaikan kasus ini disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya faktor cuaca yang tidak menentu dan faktor kebersihan lingkungan.
"Meskipun ada kenaikan kasus, tapi untuk Kota Pekalongan masih cukup rendah dibandingkan daerah-daerah lain di Jawa Tengah yang rata2 diatas 200 kasus,"ujarnya.
Opik menjelaskan, di Tahun 2024 lalu, kasus tertinggi terjadi di Kelurahan Klego dan Kelurahan Krapyak yang merupakan daerah endemis, dimana masing-masing kelurahan itu ada 13 kasus DBD yang terjadi. Ia menilai, selama 6 hingga 7 tahun terakhir, kasus DBD yang disebabkan oleh virus Dengue yang dibawa oleh Nyamuk Aedes Aegypti ini lebih banyak menyerang anak-anak usia sekolah sekitar usia 5-14 tahun.
Oleh sebab itu, Dinkes tak henti-hentinya mengajak masyarakat untuk rutin menjalankan langkah 3M Plus: Menguras tempat penampungan air, Menutup rapat tempat-tempat penampungan air, dan Mendaur ulang barang-barang bekas yang bisa menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Plus-nya adalah langkah tambahan seperti menggunakan obat nyamuk, memasang kelambu, dan menjaga kebersihan lingkungan. Dinkes juga telah menyiapkan tim untuk melakukan fogging di wilayah yang teridentifikasi memiliki kasus DBD.
“Namun, fogging bukan satu-satunya solusi. Pencegahan dari rumah masing-masing jauh lebih efektif untuk mengendalikan penyebaran nyamuk. Kami telah melakukan sosialisasi masif tentang pentingnya menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan yang bebas dari genangan air. Petugas kesehatan juga dikerahkan untuk memberikan edukasi door-to-door di wilayah dengan risiko tinggi,"bebernya.
Selain langkah 3M Plus, Dinkes mengingatkan pentingnya peran keluarga dalam memantau kondisi kesehatan anggota rumah tangga. DBD bisa menyerang siapa saja. Penting untuk mengenali gejala awal agar bisa segera ditangani.
Lanjutnya, Dinkes juga telah memberikan pelatihan kepada petugas Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di lingkungan sekolah. Kegiatan ini bertujuan agar siswa dapat melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di sekitar lingkungan sekolah atau di lingkungan rumah agar dapat mencegah terjadinya penyakit DBD di Kota Pekalongan. Pembiasaan hidup bersih dan sehat salah satunya PSN memang harus dimulai sejak dini.
"Masyarakat juga diimbau untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat jika mengalami gejala demam tinggi, nyeri otot, sakit kepala, dan muncul bintik-bintik merah di kulit. Deteksi dini dan penanganan cepat sangat penting untuk mencegah komplikasi serius akibat DBD,"tukasnya.
Editor : Suryo Sukarno