Diduga Langgar Perjanjian, Wanita di Semarang Dilaporkan Terkait Sertifikat Tanah

SEMARANG , iNewsPantura.id - Seorang wanita berinisial IF, warga Pedurungan Tengah, dilaporkan ke Polrestabes Semarang atas dugaan pelanggaran perjanjian dalam transaksi jual beli dan gadai sertifikat tanah.
Laporan dilayangkan oleh Afan Haryono, perwakilan keluarga pemilik tanah di wilayah Palir, yang mengaku dirugikan setelah sertifikat tanah milik keluarganya berpindah tangan secara sepihak.
Afan yang merupakan warga Gondorio, Ngaliyan menjelaskan, permasalahan bermula dari transaksi gadai tanah yang dilakukan pada (11/3/2025), lalu.
Saat itu, adiknya yang sedang membutuhkan dana, menemukan tawaran gadai melalui media sosial dan kemudian berkomunikasi dengan IF dan seorang pria bernama A.
Keluarga menyerahkan sertifikat tanah sebagai jaminan pinjaman sebesar Rp20 juta, dengan kesepakatan jatuh tempo pada (11/5/2025).
“Dalam perjanjian disebutkan, jika sampai batas waktu tidak dilunasi, maka uang hangus dan sertifikat kembali kepada kami. Tapi ketika kami ingin mengambil kembali sertifikat, ternyata dipersulit,” ujar Afan dihadapan awak media, Selasa (27/5/2025).
Tak hanya itu, Afan juga menjelaskan keluarga melakukan transaksi jual beli tanah kembali dengan IF pada 29 Maret 2025, dengan nilai kesepakatan Rp135 juta dan pembayaran uang muka sebesar Rp20 juta. Batas pelunasan ditetapkan hingga 15 April 2025.
“Hingga batas waktu, tidak ada pelunasan. Namun ternyata sertifikat sempat diambil alih oleh pihak IF. Padahal belum ada akta jual beli dan belum lunas. Secara hukum, kami masih pemilik sah. Ketika sudah lewat jatuh tempo, justru uang DP yang seharusnya hangus diminta kembali," bebernya.
Ia juga menyebut upaya mediasi telah dilakukan, namun tidak menemukan titik terang.
Bahkan, pihaknya mengaku sempat mendapat tekanan dari sejumlah orang yang diduga dikirim oleh IF.
“Beberapa orang yang kami duga preman datang ke rumah. Jumlahnya sekitar enam sampai delapan orang. Beruntung ada salah satu yang kenal dsn tidak terjadi intimidasi," katanya.
Merasa dirugikan, pihak keluarga melaporkan dua kasus ke Polrestabes Semarang. Kasus jual beli tanah dilaporkan pada 9 Mei 2025, sedangkan kasus gadai sertifikat dilaporkan pada 16 Mei 2025.
Hingga kini, mereka masih menunggu tindak lanjut dari kepolisian. Berkas kasus disebut sudah masuk ke unit tindak pidana ekonomi, namun belum ada perkembangan resmi yang diterima oleh pelapor.
“Kami hanya ingin keadilan. Sertifikat kami seharusnya tidak bisa dipindahtangankan sebelum pelunasan. Ini pelanggaran perjanjian yang serius,” pungkasnya.
Disisi lain, Wakasatreskim Polrestabes Semarang, Kompol Aris Munandar mengonfirmasi terkait pelaporan kasus tersebut sedang dalam proses lebih lanjut.
"Siap, (pelaporan kasus tersebut) masih menunggu disposisi pak Kasatreskrim," ujarnya saat dikonfirmasi wartawan.
Editor : Suryo Sukarno