get app
inews
Aa Text
Read Next : Tingkat Kepercayaan Publik Rusia terhadap Presiden Putin Menurun!

Diduga Korupsi Rp186 Triliun, Begini Cara Roman Abramovich Raup Kekayaan

Senin, 28 Maret 2022 | 12:55 WIB
header img
Roman Abramovich Diduga Koruspi Rp186 Triliun (Foto: OKezone)

JAKARTA - Investigasi berhasil menemukan berbagai bukti baru terkait kesepakatan korup bernilai Rp186,1 triliun yang memperkaya Roman Abramovich

Pemilik klub sepakbola Chelsea itu menghasilkan miliaran dolar setelah membeli perusahaan minyak dari Pemerintah Rusia melalui kecurangan lelang pada 1995.

Abramovich membeli perusahaan penghasil minyak bernama Sibneft itu seharga USD250 juta (Rp3,5 triliun), sebelum menjualnya kembali ke Pemerintah Rusia seharga USD13 miliar (Rp186,1 triliun) pada 2005.

Namun, Pengacara Abramovich menegaskan bahwa tuduhan terhadap Abramovich yang meraup keuntungan yang sangat besar melalui tindak kriminal itu tidak berdasar.

Pekan lalu, miliarder Rusia itu telah dijatuhi sanksi oleh Pemerintah Inggris atas keterkaitannya dengan Presiden Vladimir Putin. Aset Abramovich telah dibekukan dan dia juga didiskualifikasi sebagai Direktur Chelsea FC.

Terkait pembelian Sibneft, Abramovich pernah mengakui di pengadilan Inggris bahwa dia telah melakukan pembayaran korup dalam kesepakatan untuk mendapat perusahaan minyak itu.

Dia digugat di London oleh mantan rekan bisnisnya, Boris Berezovsky pada 2012.

Abramovich memenangkan gugatan itu, tetapi dia menjelaskan di pengadilan bagaimana kecurangan lelang Sibneft terjadi untuk keuntungannya, juga bagaimana dia memberi Berezovsky USD10 juta (Rp143,18 miliar) untuk menyuap pejabat Kremlin.

Sumber rahasia itu mengatakan bahwa berkas itu disalin diam-diam dari dokumen terkait Abramovich di lembaga penegak hukum Rusia.

BBC tidak dapat memverifikasi dokumen itu, tetapi pengecekan melalui sumber-sumber lain di Rusia telah mendukung banyak detail dalam dokumen yang terdiri dari lima halaman itu.

Menurut dokumen tersebut, Pemerintah Rusia telah dicurangi sebesar USD2,7 miliar (Rp38,6 triliun) dalam kesepakatan Sibneft. Klaim itu didukung oleh penyelidikan parlemen Rusia pada 1997.

Dokumen itu juga menyebutkan bahwa pihak berwenang ingin menuntut Abramovich atas kasus penipuan.

"Penyidik Departemen Tindak Pidana Ekonomi menyimpulkan bahwa apabila Abramovich bisa dibawa ke pengadilan. Dia akan menghadapi tuduhan penipuan, oleh kelompok kriminal terorganisasi," demikian dikutip dari BBC Indonesia, Rabu (16/3/2022).

BBC Panorama melacak mantan Jaksa Agung Rusia, Yuri Skuratov, yang menyelidiki kesepakatan itu pada 1990-an.

Skuratov mengaku tidak tahu mengenai dokumen rahasia itu, namun dia secara independen mengkonfirmasi banyak detail tentang penjualan Sibneft.

"Pada dasarnya itu adalah skema penipuan, di mana mereka mengambil bagian dalam privatisasi, membentuk sebuah kelompok kriminal yang memungkinkan Abramovich dan Berezovsky menipu pemerintah dan tidak membayar nilai yang sebenarnya dari perusahaan ini," kata Skuratov.

Dokumen tersebut juga menunjukkan bahwa Abramovich dilindungi oleh mantan Presiden Rusia Boris Yeltsin. Dokumen penegakan hukum terkait Abramovich disebut dipindahkan ke Kremlin, lalu penyelidikan Skuratov dihentikan oleh Yeltsin.

Menurut dokumen itu, Skuratov sedang menyiapkan kasus pidana untuk menyita Sibneft berdasarkan penyelidikan terkait proses privatisasi perusahaan itu. Penyelidikan dihentikan oleh Presiden Yeltsin.

Skuratov dipecat setelah sebuah rekaman seks tersebar pada 1999, tapi dia mengatakan itu disusun untuk mendiskreditkan dia dan penyelidikannya.

"Semua ini jelas politis karena penyelidikan saya hampir menyentuh keluarga Boris Yeltsin, termasuk melalui penyelidikan privatisasi Sibneft ini," jelas Skuratov.

Bahkan ketika Vladimir Putin berkuasa pada tahun 2000, Abramovich tetap berada di lingkaran Kremlin.

Dokumen tersebut juga merinci lelang mencurigakan lainnya yang berlangsung dua tahun kemudian, terkait perusahaan minyak Rusia bernama Slavneft.

Abramovich bermitra dengan perusahaan lain untuk membeli Slavneft, tetapi perusahaan pesaingnya asal China berencana menawar hampir dua kali lipat.

Banyak pejabat di Kremlin hingga anggota parlemen Rusia akan merugi apabila lelang itu dimenangkan oleh Perusahaan China.

Dokumen itu bahkan menyebut bahwa seorang anggota delegasi dari perusahaan China bernama CNPC itu diculik ketika tiba di Moskow untuk mengurus proses lelang.

"CNPC, menarik diri dari pelelangan setelah salah satu perwakilannya diculik setibanya di Bandara Moskow, dan baru dibebaskan setelah perusahaan menyatakan mundur."

Editor : Hadi Widodo

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut