get app
inews
Aa Text
Read Next : Ngeri! Kekeringan dan Krisis Pangan Melanda Papua

Kisah Tragis Michael Rockefeller, Anak Kelima Gubernur New York yang Hilang Misterius di Papua

Minggu, 12 Juni 2022 | 11:56 WIB
header img
Kisah Tragis Michael Rockefeller, Anak Kelima Gubernur New York yang Hilang Misterius di Papua (Foto: Sindonews)

JAKARTA - Peristiwa menggemparkan dunia terjadi setelah anak kelima Gubernur New York era 1959-1973 Nelson Aldrich Rockefeller, Michael Clark Rockefeller, hilang misterius tanap ejejak sedikitpun dalam misi penelitian suku Asmat di pedalaman Papua. Pencarian besar-besaran telah dilakukan, namun hingga detik ini jasadnya tak pernah ditemukan.

Peristiwa yang mengguncang dunia itu bermula pada 17 November 1961 saat Michael Clark bersama antropolog Belanda, Rene Wassing, berada di sampan mengarungi pantai Papua. Tujuan mereka, mempelajari suku Asmat yang sebelumnya diungkap sineas Prancis Pierre Dominique Gaieseau dalam film berjudul Sky Above and Mud Beneath.

Clark bukan remaja sembarangan. Ayahnya, politikus Partai Republik, terpilih sebagai Gubernur New York pada 1959. Setelahnya sang ayah menjadi wakil presiden Amerika Serikat mendampingi Gerald Ford (1974-1977).

Clark generasi keempat dari keluarga Rockefeller yang terpandang. Kakek buyutnya, John D Rockefeller, merupakan taipan minyak yang juga salah satu pendiri Standard Oil. John termasuk salah satu orang terkaya dunia kala itu.

Lahir pada 18 Mei 1983, Clark Rockefeller bersekolah di The Buckley School, New York, kemudian Akademi Phillips Exeter di New Hampshire. Pendidikan tinggi dijalani di kampus terpandang, Unversitas Harvard, dan lulus dengan predikat cumlaude. Saat kuliah itulah dia tergabung dalam ekspedisi Museum Arkeologi dan Etnologi Peabody Harvard untuk mempelajari antropologi Suku Dani di Lembah Baliem, Papua.

Jiwa petualangan menyeruak pada dirinya. "Dia berusia 23 tahun, putra istimewa Gubernur New York Nelson Rockefeller, tujuh bulan dalam petualangan seumur hidup yang telah mengubahnya dari siswa yang rapi menjadi fotografer dan kolektor seni berewok," kata Carl Hoffman dalam artikel berjudul What Really Happened to Michael Rockefeller yang diterbitkan Smithsonian, dikutip Minggu (12/6/2022).

Carl Hoffman secara khusus datang ke pedalaman Papua untuk menelisik jejak perjalanan Clark dan hilangnya secara misterius.

Berbagai bukti dikumpulkan, termasuk wawancara dengan penduduk di sekitar lokasi kejadian. Pada 2014 dia meluncurkan buku Savage Harvest: A Tale of Cannibals, Colonialism, and Michael Rockefeller's Tragic Quest for Primitive Art yang membahas detail peristiwa ini.

Kedatangan Michael Clark Rockefeller ke Papua pada November 1961 itu sejatinya bukan yang pertama. Pada Maret 1961 dia mengikuti ekspedisi di Lembah Baliem. Ketika itulah dia mendengar cerita tentang Suku Asmat yang terkenal dengan seni ukir.

Clark kembali ke New York pada Juli 1961 setelah ekpedisi Harvard Peabody itu dianggap selesai. Namun, menurut akademisi Universitas Negeri Papua Dr Mulyadi Djaya dalam tulisannya tentang misteri Rockefeller yang dimuat di salah satu media nasional, Clark hanya sekitar sebulan saja bertemu keluarganya.

Pada akhir September 1961 dia kembali ke Papua untuk menuntaskan keinginannya menggali lebih dalam tentang Suku Asmat.

Korban Kanibalisme?

Petaka terjadi kala Clark Rockefeller mengarungi lepas pantai Papua dengan sebuah kano bersama Renne Wassing dan beberapa penduduk lokal. Diduga kuat perahu kayu kecil itu terombang-ambing dihantam ombak sehingga terbalik.

"Kano yang ditumpangi terbalik dan tenggelam sehingga mereka terapung di lautan. Namun Michael tak sabar menunggu bantuan. Ia berenang menuju pantai dan meninggalkan rombongannya. Saat Rene berhasil diselamatkan, Michael tak pernah ditemukan," tulis buku Kopassus untuk Indonesia: Profesionalisme Prajurit Kopassus.

Sekadar diketahui, Rene baru berhasil diselamatkan keesokan harinya. Hilangnya Michael Clark Rockefeller kontan menghebohkan dunia. Terlebih di AS, hampir seluruh media mengulasnya.

Upaya pencarian besar-besaran dilakukan, termasuk melibatkan pasukan terlatih US Army. Misi menyelamatkan Clark itu juga mengerahkan helikopter, pesawat, kapal dan ribuan penduduk lokal. Hasilnya? Dia tak pernah ditemukan.

Di mana Clark? Berbagai teori mengemuka. Dia diduga kuat meninggal karena kelelahan berenang dari laut ke tepi pantai. Namun ada dugaan pula dia dimangsa binatang, entah hiu, buaya atau lainnya saat mencoba mencari pertolongan.

Namun di luar itu, teori yang ramai menyeruak adalah dia diduga kuat tewas dibunuh penduduk setempat dan jasadnya dimakan. Dengan kata lain, ahli waris raksasa industri minyak itu menjadi korban kanibalisme.

Teori ini mengemuka lantaran Otsjanep, wilayah terdekat yang mungkin dapat dicapai Rockefeller ketika mencari pertolongan saat itu masih mempraktikkan kanibalisme.

Carl Hoffman yang menyelidiki hilangnya Clark mengumpulkan kepingan puzzle fakta. Salah satunya memeriksa halaman demi dan halaman laporan, kabel dan surat tentang kasus ini, yang dikirim oleh pemerintah Belanda, misionaris berbahasa Asmat di lapangan, dan otoritas Gereja Katolik, yang sebagian besar tidak pernah dipublikasikan.

"Orang-orang yang telah menjadi peserta kunci dalam penyelidikan itu tetap diam selama 50 tahun, tetapi mereka masih hidup dan akhirnya mau berbicara," ucapnya.

Dari hasil investigasi panjang di Papua itu Hoffman mendengar beberapa cerita tentang orang-orang Otsjanep yang membunuh Rockefeller setelah dia berenang ke pantai. Apapun, hingga saat ini tubuh remaja cerdas itu tak pernah ditemukan. Berdasarkan hukum Amerika, dia dinyatakan meninggal dunia pada 1964.
 

Editor : Hadi Widodo

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut