Kisah Pendosa yang Tenggelam dalam Kemaksiatan

Hadi Widodo
Ilustrasi (Foto: Okezone)

PEKALONGAN, iNewsPantura.id - Dari Riwayat Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa yang menghafal dari umatku 40 hadis tentang perkara agamanya, maka Allah akan membangkitkannya di hari kiamat nanti bersama golongan para fuqaha & ulama”.

Meskipun para ahli Hadis menilai hadis tersebut daif, namun sebagaimana ijmak ulama, hadis daif masih bisa digunakan sebagai "landasan" dalam fadhailul a’mal (tambahan keutamaan amaliah. Hal tersebut menjadi inspirasi imam Nawawi mengelompokan hadist-hadits"arbain" (kumpulan hadits yg menjelaskan hal-hal paling mendasar yg menjadi pondasi agama Islam. Kumpulan hadits ini mencakup segala urusan dan kebutuhan umat muslim di dunia dan akhirat).

Diikuti kemudian oleh Syekh Muhammad bin Abu Bakr al-Ushfury. Mengenai rincian riwayat hidup beliau sulit ditemukan. Mungkinkah karena sedikit karya beliau yg tersebar?

As Syekh Muhammad bin Abu Bakr al-Ushfury membesut karya al-Mawaidh al-‘Ushfuriyyah yg berisikan hadist-hadits pilhan sebayak kurang lebih 40 hadist.

Di antara 40 hadis yg dimuat dalam ‘Usfuriyyah, banyak di antaranya yg berupa anjuran atau motivasi. Sebagian anjuran terkait dengan bahasan "tasawuf" menghindari sombong, tidak putus asa, dan anjuran taubat.

Beliau mengawali kitabnya dengan pengakuan atas dosa yg menggunung. “Al’abdul Mudznib”, hamba pendosa yang tenggelam dalam kemaksiatan. Harapan beliau tidak ada lain kecuali rahmat dan maghfirah dari Allah Swt. Beliau juga berharap dikumpulkan bersama Baginda Nabi Muhammad saw. di surga serta dijauhkan dari neraka.

Pada zaman Nabi Musa, terjadi masyarakat menolak mengurusi jenazah seorang laki-laki. Di mata masyrakat, lelaki ini tak lebih dari orang fasiq. Gemar melakukan dosa besar ataupun kecil. Tak hanya menolak mengurus jenazahnya, masyarakat bahkan membuangnya di gundukan kotoran hewan. Atas kejadian ini, Allah memberikan wahyu kepada Nabi Musa.

“Hai Musa. Di kampung Fulan, ada seorang laki-laki meninggal dunia, sedang ia dibuang pada tumpukan kotoran hewan. Masyarakat tidak ada yg mau memandikan, mengafani dan menguburkannya. Padahal yang mati itu adalah satu di antara kekasih-Ku. Datangilah dia. Kamu mandikan, kafani, shalatkan, dan kebumikan orang itu.”

Usai mendapatkan perintah demikian, Nabi Musa menuju lokasi yg dikehendaki. Nabi Musa bertanya tentang siapa sebenarnya orang yang meninggal tersebut kepada warga sekitar.

“ Dia adalah orang fasiq. Suka menampakkan perilaku dosa besarnya kepada masyarakat dengan terus terang,” jelas warga sekitar mengomentari si mayat yg dimaksud.

“Bisakah saya ditunjukkan di mana letak mayat itu berada? Nabi Musa bersama orang² sekitar pun akhirnya sampai di lokasi keberadaan mayat. Beliau melihat ada janazah terbuang di atas kotoran hewan serta mendengar keterangan buruknya perilaku si mayat seolah-olah si mayat memang di masa hidupnya menjadi sampah masyarakat. Nabi Musa kemudian bermunajat kepada Allah.

“Wahai Tuhanku. Engkau telah menyuruhku menshalati dan mengebumikan mayat lelaki ini. Namun masyarakat sekitar jelas² menyaksikan bahwa mayat ini adalah orang buruk. Engkaulah yang paling tahu apakah janazah ini patut dipuji atau dicela.”
Mendapat aduan demikian, Allah menjawab, “Ya Musa, memang benar apa yg diceritakan masyarakat sekitar tentang perilaku buruk mayat tersebut semasa hidupnya. Namun, saat akan wafat, dia telah meminta pertolongan kepadaku dengan tiga hal. "Andai saja tiga hal ini semua orang yg berlumur dosa memintanya kepadaku, pasti aku akan mengabulkannya". Bagaimana mungkin aku tidak mengasihi dia, sedang ia sudah meminta belas kasihan kepadaku, padahal Aku adalah Dzat yg Mahakasih dari semua yg bisa berbelas kasih.”

Nabi Musa kembali bertanya kepada Allah. “Apa tiga hal tersebut, ya Allah?.”

Allah menjawab : Saat mendekati waktu wafatnya, lelaki ini berdoa

Nabi Musa bertanya, “Wahai Allah, apa saja ketiga doa itu?” Allah menjawab dengan wahyu-Nya, ketika ajal lelaki itu sudah dekat ia berdoa :

Doa Pertama : “Ya Allah! Sesungguhnya aku telah berbuat maksiat, namun hatiku amat membenci perbuatan maksiat itu. Akan tetapi, ada tiga perkara yg selalu bersama-samaku hingga aku melakukan perbuatan maksiat itu di dalam hati. Pertama, adalah hawa nafsu, kedua adalah teman yang jelek dan ketiga adalah Iblis. Ketiga perkara inilah yg menjatuhkanku ke dalam lembah kemaksiatan. Sesungguhnya Engkau Maha Tahu terhadap sesuatu yg aku ucapkan, maka ampunilah aku.”

“Doa kedua; “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku mengerjakan maksiat, adapun tempatku adalah bersama orang-orang fasiq, akan tetapi aku lebih suka berkawan dengan orang zuhud (meningalkan gemerlapnya duniawi). hidup bersama mereka adalah lebih aku senangi daripada bersama-sama orang fasiq.”

“Doa ketiga: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui aku lebih mencintai orang² baik daripada orang² fasiq sehingga apabila ada dua orang menghadapku yakni orang baik dan fasik, maka pastilah aku mendahulukan kepentingan orang yg shalih daripada yg fasik.”

Dalam riwayat lain, lelaki itu juga berkata kepada Allah, “Ya Allah, jika Engkau mengampuni semua dosa-dosaku, para kekasih dan nabi-Mu pasti akan bangga. Mereka akan bergembira. Setan yg menjadi musuhku dan musuh-Mu pasti akan bersedih hati. Jika Engkau menyiksaku sebab aneka macam dosa yg aku perbuat, setan dan teman²nya akan bergembira ria. Sedangkan para nabi dan wali-wali-Mu akan menjadi sedih. Padahal aku yakin, kebahagiaan kekasih-Mu lebih Engkau sukai daripada kebahagiaan setan-setan. Ampunilah dosaku, Tuhan. Engkau sangat tahu atas apa yg aku sampaikan. Berikan aku belaskasihan-Mu.”

“Dengan demikian,” kata Allah, “Aku belas-kasihani dia. Aku ampuni dosa-dosanya, karena Aku Maha-Pengasih & Penyayang terlebih kepada orang yg mengakui atas dosanya di hadapan-Ku. Nah, orang ini telah mengakui dosanya, aku ampuni dia. Hai Musa, lakukan apa yg aku perintahkan. Atas kehormatannya, Aku ampuni siapa pun yg menyalati janazahnya dan hadir pada pemakamannya.”

Pada hikayat di atas, dapat kita ambil pelajaran.

- Pertama, kita tidak boleh memvonis siapa pun sebagai ahli neraka. Karena urusan surga dan neraka merupakan urusan Allah.

- Kedua, orang yang meninggal dalam keadaan Islam, walaupun semasa hidupnya bergelimang kemaksiatan, ia tetap harus dirawat sebagaimana janazah orang Muslim pada umumnya.

- Ketiga, kita perlu waspada kepada siapa saja untuk tidak berprasangka buruk kepada mereka. Sehingga kita menjadi merasa lebih baik daripada mereka. Siapa tahu, orang yg buruk itu karena mereka pandai mengolah hati serta rasa, mereka lebih dicintai Allah daripada kita.

- Keempat, sikap kita, saat bertemu dengan orang yang nyata melakukan kemungkaran adalah bukan dengan cara mencaci makinya. Namun, ingkar di hati seraya mendoakan kepada Allah supaya diberikan hidayah-Nya. Andai saja ternyata dia lebih baik dari kita, kita berharap, doa tersebut menjadi pintu Allah mengampuni kita sebab kita mengasihi sesama saudara kita, berpikir, bermunajat, berbisik, berusaha berkomunikasi dengan Allah akan membukakan banyak jalan kita kepada Allah.
Mendengar wahyu ini Musa akhirnya memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Dan ini menjadi ‘itibar bagi dirinya dan kaumnya untuk selalu mengharapkan rahmat dari Allah.

Rasulullah pernah berkata, “Seorang yang tenggelam dalam kemaksiatan tetapi tetap mengharapkan belas kasih Allah, lebih dekat kepada-Nya daripada seorang ahli ibadah yang putus harapan dari belas kasih Allah.”

والله اعلم

 

Editor : Hadi Widodo

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network