Harga Pratama Arhan melejit 325 ribu euro atau setara Rp5,3 miliar Setelah berakhirnya Piala AFF 2020. Sementara itu pada Juni 2021 harga pasar Pratama Arhan hanya mencapai 250 ribu euro atau sekira Rp4,1 miliar.
Tampil garang pada Piala AFF 2020 menjadi faktor penyebab melesatnya harga pemain andalan Timnas Indonesia ini. Meskipun sebagai fullback kiri, dia sanggup mencetak gol maupun assist.
Tercatat, Pratama Arhan mengoleksi dua gol. Gol-gol yang dicetak pemain PSIS Semarang itu juga sangat menentukan kiprah Timnas Indonesia, tepatnya saat menang 4-1 atas Malaysia dan 4-2 kontra Singapura.
Lantas, siapa pemain pesaing Pratama Arhan dalam mempebutkan status termahal di Piala AFF U-23 2022?
Sejatinya Thailand U-23 memiliki pemain yang memiliki harga pasar cukup tinggi yakni Thanawat Suengchitthawon yang berharga 300 ribu euro atau sekira Rp4,9 miliar.
Kabarnya Thailand tak membawa Thanawat Suengchitthawon yang berkarir bersama Leicester City U-23. Sebab, Thailand hanya membawa skuad U-19 ke Piala AFF U-23 2022.
Bagaimana dengan Vietnam? Mereka juga hanya menurunkan pemain U-21 sehingga secara harga pasar masih di bawah Pratama Arhan.
Bagaimana dengan Malaysia? Malaysia memiliki penyerang atas nama Luqman Hakim. Pemain yang satu ini berkarier di kasta teratas Liga Belgia bersama KV Kortrijk.
Namun, harga pasar pemain yang satu ini juga kalah dari Pratama Arhan. Ia memiliki harga pasar 100 ribu euro atau sekira Rp1,6 miliar. Bahkan harga pasar Luqman Hakim masih kalah dari wonderkid Timnas Indonesia, Marselino Ferdinan.
Gelandang milik Persebaya Surabaya ini memiliki harga pasar mencapai 175 ribu atau setara Rp2,87 miliar.
Timnas Indonesia U-23 tergabung di Grup B Piala AFF U-23 2022 bersama Malaysia, Myanmar dan Laos. Di laga pertama, Timnas Indonesia U-23 bertemu Laos pada Selasa, 15 Februari 2022.
[16.49, 9/2/2022] Bigboz: Tantangan Pers di Era Digital Semakin Banyak
JAKARTA, iNews.id - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengatakan dunia pers saat ini tengah dihadapkan dengan berbagai tantangan di era revolusi teknologi informasi.
Johnny menilai tantangan yang dihadapi tersebut tidak hanya berkaitan dengan kebebasan pers namun juga tentang sulitnya penegakan jurnalisme yang berkualitas baik secara industri maupun komersial.
"Selain kebebasan pers, tantangan yang perlu dihadapi adalah menegakkan jurnalisme berkualitas, industrialisasi dan komersialisasi yang melanda pers, ditambah tuntutan pers harus beradaptasi dengan akselerasi teknologi informasi dan komunikasi membuat pers mengalami kecanggungan," kata Johnny dalam diskusi virtual Editor's Talk yang dihelat Forum Pemred dengan tema Membangun Jurnalisme Berkualitas di Era Revolusi Teknologi Informasi, Selasa (8/2/2022).
Selain itu, munculnya media-media baru dan fenomena media sosial yang lebih viral dan mengundang perhatian publik yang sarat clickbait dan hoaks juga menjadi tantangan lain yang dihadapi pers Indonesia.
Pesatnya perkembangan media sosial menuntut ruang lingkup pers juga harus mengikuti perkembangan yang ada. Situasi ini, lanjutnya, mengancam keberadaan media mainstream, sekaligus mengurangi kepercayaan publik terhadap pers.
Survei Kominfo di tahun 2021 menunjukkan masyarakat lebih tertarik dan lebih banyak mengakses informasi melalui media sosial dibandingkan media mainstream.
Ketertarikan sebagian masyarakat yang lebih memilih media sosial dibandingkan berita yang disampaikan oleh jurnalis di media mainstream diduga dipengaruhi adanya konten-konten yang semakin atraktif.
Meski demikian, Johnny menyampaikan kualitas pers di masa kini ikut mengalami perubahan peningkatan menuju ke arah yang lebih baik. Pada 2021 berdasarkan Indeks Kebebasan Pers yang dirilis RSF (Reporters Without Borders), Indonesia menempati urutan ke-113 dari 180 negara atau meningkat signifikan dari urutan 139 pada 2013.
Kemudian, dilanjutkan dengan Indeks Kemerdekaan Pers, Indonesia mencapai skor 76,02 pada 2021. Ini artinya meningkat hingga 0,75 dari tahun sebelumnya
Editor : Hadi Widodo
Artikel Terkait