JAKARTA – Harga kedelai hingga minyak goreng mengalami kenaikan. Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) mendesak kalangan pengusaha lokal di bidang bahan pangan utama, untuk meningkatkan rasa nasionalisme.
“Kami mendesak setiap pengusaha lokal yang bergerak di bidang pangan utama untuk menampilkan sikap dan rasa nasionalisme, khususnya di saat negara menghadapi kesulitan memenuhi pasokan bahan pangan utama itu,” ujar Ketua Umum HIPPI Suryani Motik, Rabu (23/02/2022).
Suryani mengatakan, saat ini terjadi kelangkaan bahan pangan utama seperti minyak goreng, pasca pemerintah memberlakukan minyak goreng murah satu harga di level Rp 14.000/liter. Pasalnya, meski harga sudah turun namun pasokan minyak goreng justru hilang dari pasaran.
Kelangkaan minyak goreng di pasar, sebut Yani, dikarenakan sebagian produksinya dialihkan untuk pengembangan B20 yaitu bahan baku biodiesel di Indonesia berasal dari minyak kelapa sawit atau CPO (crude palm oil). Niat pemerintah untuk meningkatkan B20 dinilai cukup baik, namun sayangnya tidak diimbangi dengan produksi minyak goreng bagi kebutuhan konsumsi masyarakat.
“HIPPI mendorong pemerintah untuk meningkatkan minyak goreng dari kelapa. Bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sehingga bisa menciptakan lapangan kerja di masyarakat. Sebagaimana pemerintah mendorong pengembangan B20, maka upaya pengembangan pasokan minyak goreng bagi kebutuhan masyarakat, juga harus dikembangkan secara optimal sehingga bisa menghindari masalah kelangkaan seperti saat ini,” ungkap Yani.
Selain itu, tambah dia, HIPPI juga menggugah rasa nasionalisme produsen minyak goreng besar di Indonesia untuk terus membanjiri pasar atau melakukan operasi pasar dalam rangka memenuhi kebutuhan pasokan masyarakat Indonesia. Apalagi dalam beberapa waktu ke depan, masyarakat Indonesia juga akan menghadapi perayaan hari Raya Idul Fitri tahun 2021.
“Sementara itu, para pengusaha minyak goreng itu juga telah mendapatkan keuntungan berlipat sebagai akibat kenaikan harga yang terjadi. Jadi kami sangat menggugah rasa kepeduliaan para produsen minyak goreng untuk bersama membangun Indonesia melalui produksi minyak gorengnya,” papar dia.
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Perdagangan telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng terbaru yang berlaku sejak 1 Februari 2022. Rinciannya adalah, harga minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500/liter, minyak goreng kemasan premium Rp14.000/liter, dan minyak goreng curah Rp11.500/liter. Meski demikian, masih ada produsen-produsen besar yang menimbun minyak goreng sehingga mengakibatkan kelangkaan produksi di masyarakat.
“Jika para produsen merasa HET itu belum mewakili permintaan mereka, sebaiknya bisa didiskusikan dengan pemerintah. Artinya, pemerintah juga harus berani memberikan subsidi kepada produsen minyak goreng, sama seperti subsidi yang pemerintah berikan bagi pengembangan B20. Sehingga semua pihak dapat saling bekerjasama dengan optimal. Dengan demikian, tidak ada lagi upaya menimbun minyak goreng yang terjadi,” terang Yani.
Senada dengan kelangkaan minyak goreng, saat ini masyarakat Indonesia juga diperhadapkan pada potensi lonjakan harga kacang kedelai. Padahal, kacang kedelai merupakan bahan baku pembuatan tempe dan tahu sebagai dua makanan populer di Indonesia yang mengandung protein. Apalagi, mayoritas masyarakat Indonesia mengkonsumsi tahu dan tempe sebagai sumber protein dengan harga terjangkau. Karena itu, kelangkaan kedelai menjadi problem utama masyarakat Indonesia, khususnya sektor kuliner.
“Kami mendorong Kementerian Pertanian untuk mengembangkan penanaman kedelai di tingkat petani secara masif. Apalagi sebentar lagi masyarakat Indonesia menghadapi Bulan Puasa yang membutuhkan kedelai dalam jumlah cukup tinggi. Jika kedelai kurang, kemungkinan masyarakat Indonesia bisa terkena stunting akibat kekurangan protein,” jelas Yani.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, secara rata-rata masyarakat Indonesia mengkonsumsi sekitar 0,152 kg tahu dan 0,139 kg tempe dalam sepekan. Sepanjang tahun 2019 lalu, konsumsi kedelai per kapita masyarakat Indonesia mencapai 2,09 kg. Meski turun 5,85% dibandingkan tahun sebelumnya yang berkisar 2,22 kg, namun konsumsi diperkirakan meningkat mulai 2020 hingga 2029.
Terkait tingginya kebutuhan dalam negeri terhadap kedelai, Yani mengingatkan agar disikapi bijak secara terencana. HIPPI mengusulkan beberapa langkah.
Pertama, peningkatan produksi kedelai secara nasional sehingga minimal dapat memenuhi kebutuhan nasional. Kedua, pentingnya peningkatan kualitas kedelai lokal dengan dukungan dari Kementerian Pertanian dan berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Ketiga, pentingnya keberpihakan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, dalam menyerap seluruh produksi kedelai petani sehingga meningkatkan nilai jual kedelai lokal.
Ketiga usulan ini, kata dia, sudah menjadi pemikiran bersama para tokoh dan pemimpin bangsa Indonesia. Tujuannya, agar tercipta ketahanan pangan nasional khususnya melalui ketersediaan minyak goreng dan kedelai bagi masyarakat
Editor : Hadi Widodo
Artikel Terkait