Setelah tiga hari menjalani pelatihan dasar, sekelompok pemuda bakal menuju garis depan dalam invasi melawan Rusia.
Invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina membuat rakyat negeri yang dikenal sebagai lumbung roti eropa menjadi sukarelawan. Mereka rela ikut berperang demi memperjuangkan Ukraina.
Menukil BBC Indonesia, wartawanya bertemu sekelompok pemuda di Kyiv. Kebanyakan dari mereka belum genap 20 tahun dan belum lama mengakhiri masa sekolah.
Salah satunya Maksym Lutsyk. Mahasiswa biologi berusia 19 tahun mengaku tidak masalah mencoba menjadi tentara setelah menjalani pelatihan kurang dari seminggu. Setelah lima tahun di Pramuka, dia tidak hanya berhasil belajar keterampilan hidup di tempat terpencil, tetapi juga beberapa pelatihan senjata.
Dia berusia 10 tahun ketika terjadi perang antara Ukraina dengan gerakan separatis yang didukung oleh Moskow pada 2014. Maksym bergabung dengan temannya, Dmytro Kisilenko (18 tahun), mahasiswa jurusan ekonomi di universitas yang sama.
Orang-orang yang direkrut itu merupakan sekelompok pemuda yang telah memutuskan bahwa mereka bukan lagi anak-anak, yang tertawa terlalu keras ketika seseorang menceritakan lelucon untuk menyembunyikan kegelisahan mereka, atau sering membual.
Beberapa dari mereka mengenakan bantalan lutut yang terlihat terlalu kecil, seolah-olah mereka datang membawa skateboard pada hari ulang tahunnya yang ke-12. Beberapa lagi datang membawa kantong tidur.
Salah satunya membawa matras yoga. Ketika menunggu di luar bus yang akan mengantar ke tempat latihan, mereka tampak seperti rombongan ke festival musik, kalau saja mereka tidak membawa senjata. Masing-masing orang diberi tanggung jawab memegang sepucuk senapan serbu Kalashnikov.
Wartawan BBC berbicara dengan berbicara dengan Dmytro, Maksym, dan relawan lainnya. Akhir pekan ini, sang wartawan pergi ke pos-pos mereka di tepi timur kota. Mereka telah diberi seragam, pelindung tubuh, pelindung lutut yang layak khas angkatan bersenjata, dan helm.
Angin kencang bertiup di sekitar pos pemeriksaan, yang sedang dibangun oleh para sukarelawan itu menjadi barikade dengan karung pasir dan penghalang kendaraan lapis baja. Mereka melakukan yang terbaik dari pelatihan dasar mereka.
Dmytro mengatakan, "Saya sudah terbiasa dengan senjata saya. Saya belajar cara menembak dan cara bertindak dalam pertempuran, juga banyak hal lain yang sangat penting dalam pertarungan menghadapi Rusia." Dia tertawa, seolah-olah dia sulit membayangkan apa yang dia renungkan.
Maksym tampak lebih waspada dan serius, tidak terlihat seperti mahasiswa yang santai.
"Saya merasa jauh lebih percaya diri daripada sebelumnya, karena kami sudah mendapatkan pengetahuan yang cukup soal taktik, seni bela diri, pengobatan taktis, dan cara melakukan sesuatu di medan perang." Dengan setengah bercanda, dia mengatakan ingin melihat bendera Ukraina berkibar dari Kremlin.
Pertanyaan di benak semua orang di sini adalah apakah pertempuran di Kyiv akan benar-benar terjadi?
"Sangat mungkin" kata Dmytro. "Kami hanya harus menghentikan mereka di sini, karena jika mereka sampai ke Kyiv, perang ini mungkin akan berakhir."
Mereka berasal dari kota yang sama di dekat perbatasan Rusia. Kota yang sedang diserang. Keluarga mereka masih ada.
Editor : Hadi Widodo
Artikel Terkait