SEMARANG, iNewsPantura.id - Pengusaha hotel berinisial FSD resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat terkait bangunan bersejarah di kawasan Kota Lama Semarang. Penetapan tersebut merupakan lanjutan dari laporan SDK, pemilik sah atas bangunan di Jalan Kepodang dan Jalan Jalak, yang sebelumnya telah memperoleh sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama dirinya pada tahun 2021.
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kota Semarang, Sarwanto, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari kepolisian atas nama tersangka FSD.
“Ya, kami sudah menerima SPDP-nya, tapi berkasnya memang belum dikirim,” ujar Sarwanto saat dikonfirmasi.
Sementara itu, kuasa hukum pelapor, Osward Febby Lawalata, menjelaskan bahwa FSD diduga kuat melakukan pemalsuan dokumen berupa surat pernyataan penguasaan fisik lahan yang dibuat pada Maret 2022. Surat itu menyebutkan bahwa FSD telah menguasai tanah tersebut selama 30 tahun dan belum pernah ada permohonan sertifikat atas tanah itu. Padahal, SDK telah secara sah tercatat sebagai pemilik dan pemegang sertifikat sejak 2021.
"Surat tersebut digunakan FSD untuk menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Semarang ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan tujuan membatalkan sertifikat milik klien kami," jelas Osward.
Menurut Osward, tanah dan bangunan yang disengketakan sebelumnya merupakan aset milik NV. Thio Tjoe Pian, sebuah perusahaan yang telah dibubarkan melalui penetapan Pengadilan Negeri Semarang pada 2019. Setelah melalui proses likuidasi, aset itu dialihkan secara sah kepada SDK.
FSD diketahui sebelumnya menyewa sebagian lahan tersebut sejak tahun 1980 melalui badan usaha CV. AJ. Namun sejak 2009, ia tidak lagi membayar sewa, meski telah disomasi dua kali oleh pihak pemilik lama pada tahun 2000 dan 2018.
"Sebagai penyewa, FSD tidak memiliki hak kepemilikan. Namun pada 2022, ia membuat surat penguasaan sepihak. Ketika kelurahan menolak mengesahkan surat tersebut karena sudah ada sertifikat atas nama SDK, FSD lalu membawa perkara ini ke PTUN," terang Osward.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa gugatan ke PTUN hanya menyentuh aspek administratif, bukan kepemilikan. “Tidak ada satu pun amar putusan PTUN yang membatalkan jual beli atau hak kepemilikan atas nama klien kami. Jadi, secara hukum keperdataan, kepemilikan SDK tetap sah,” tegasnya.
Dalam perkembangan lain, anak FSD, berinisial BD, juga melaporkan SDK ke Polda Jateng atas objek dan perkara yang sama. Langkah tersebut dinilai sebagai bentuk tekanan balik yang tidak berdasar hukum.
“Upaya hukum oleh pihak yang tidak memiliki legal standing, tapi mencoba mencari legalitas melalui pengadilan, adalah bentuk nyata dugaan praktik mafia tanah yang sudah lama menjadi perhatian aparat penegak hukum, termasuk Kapolri dan Jaksa Agung,” pungkas Osward.
Editor : Suryo Sukarno