JAKARTA - Rusia semakin tegas memperingatkan Barat soal penagihan atas ekspor gas alam ke Eropa yang nilainya miliaran dolar dalam bentuk mata uang rubel.
Beberapa sistem penagihan ini hanya tinggal menghitung hari kepada negara-negara yang melakukan transaksi impor minyak dengan negara Rusia.
Hal tersebut merupakan tanggapan paling keras yang disampaikan Rusia untuk menangkis sanksi yang dijatuhkan Barat terhadap invasinya ke Ukraina.
Ekonomi Rusia menghadapi krisis paling parah sejak tahun-tahun setelah ambruknya Uni Soviet. Presiden Vladimir Putin membalas Barat dengan memerintahkan pembayaran ekspor gas Rusia dalam rubel.
Putin mengatakan, Barat telah mendeklarasikan perang ekonomi dengan membekukan aset Rusia, sehingga Rusia tidak melihat ada gunanya lagi menerima pembayaran atas kegiatan ekspor Rusia dalam mata uang dolar atau euro.
Kremlin mengatakan, Putin telah memerintahkan Gazprom untuk menerima pembayaran ekspor dalam rubel, dan hanya tinggal empat hari lagi untuk mencari tahu caranya. Gazprom adalah produsen gas terbesar di dunia yang memasok 40 persen kebutuhan gas Eropa.
"Ada instruksi kepada Gazprom dari presiden Federasi Rusia untuk menerima pembayaran dalam rubel," ujar Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, dilansir dari VOA Indonesia, Senin (28/3/2022).
Pembeli gas telah mencari panduan tentang bagaimana mereka bisa mendapatkan rubel untuk melakukan pembayaran semacam itu, mengingat sejauh mana sanksi terhadap Rusia.
"Bagi sebagian besar pembeli Eropa, pembayaran dalam mata uang rubel merupakan hal yang sangat sulit dan mustahil dan tentu saja tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat,” jelas Peneliti Institut Oxford untuk Studi Energi, Jonathan Stern.
Jika Gazprom bersikeras menggunakan pembayaran dalam rubel dan menghentikan pasokan gas jika pembayaran tidak dilakukan dalam mata uang Rusia tersebut, maka ini akan menjadi pelanggaran ketentuan kontrak.
Pembayaran dalam rubel akan menopang mata uang Rusia, yang telah anjlok sejak invasi pada 24 Februari. Pidato Putin pada hari Rabu (23/3) mendongkrak nilai mata uang rubel 9% terhadap dolar.
Sementara harga gas Belanda, yang menjadi patokan Eropa, telah melonjak karena kekhawatiran apakah negara-negara akan bersedia atau bahkan mampu membayar dalam rubel.
Seberapa Besar Dampak Larangan Impor Energi Rusia?
Rusia mengatakan Barat telah gagal memenuhi kewajibannya kepada negaranya, dan bahwa delusi Rusia pasca-Soviet tentang Barat, dan penggunaan dolar dan euro, telah berakhir.
Kremlin menolak untuk membahas seberapa jauh Putin akan menerapkan upaya perdagangan dalam mata uang rubel. Rusia adalah salah satu pengekspor minyak, gas, dan logam utama dunia, yang semuanya sebagian besar dihargai dan dibayarkan dalam dolar AS.
Mekanisme pembayaran ekspor gas hingga $320 miliar per tahun dalam rubel masih belum jelas. Menurut perusahaan itu 58% pembayaran pada Gazprom menggunakan mata uang euro, 39% menggunakan dolar Amerika dan sekitar 3% menggunakan poundsterling.
Dunia Kompak Ganjar dengan Sanksi, Rusia Makin Terisolasi
Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner pada Jumat (25/3) menyarankan penyedia energi Jerman untuk tidak membayar gas Rusia dalam rubel, seperti yang diminta oleh Moskow.
Bahkan ketika masih dikenal sebagai Uni Soviet, negara itu masih menerima mata uang asing untuk ekspor energinya, dan belum jelas apakah perubahan pembayaran dalam mata uang rubel akan berarti pelanggaran kontrak.
Banyak importir gas mengatakan kontrak jangka panjang dengan Gazprom menetapkan pembayaran dalam euro atau dolar Amerikaruisa
Editor : Hadi Widodo
Artikel Terkait