GUNUNGKIDUL, iNewsPantura.id – Harga ketela dan kaplek (gaplek) di wilayah Kalurahan Petir, Kapanewon Rongkop, Gunungkidul mengalami penurunan drastis akibat cuaca ekstrem yang tidak menentu selama musim kemarau. Hujan yang turun secara tiba-tiba di tengah musim kering menyebabkan banyak ketela gagal dikeringkan dengan baik dan membusuk.
Salah satu petani setempat, Wardoyo, mengungkapkan bahwa harga ketela basah yang baru dipanen kini hanya dihargai Rp 500 per kilogram. Ketela yang sudah diolah menjadi kaplek pun tidak bisa dijual dengan harga layak karena kualitas menurun.
“Paling tinggi sekarang Rp 1.500 per kilo, itu pun kalau masih bisa dijual. Banyak yang busuk, hitam, dan beratnya juga turun,” ujarnya saat ditemui di ladangnya, Selasa (5/8).
Lurah Petir, Sarju, membenarkan kondisi tersebut. Ia menyebutkan bahwa dari sekitar 10 ribu warga di Kalurahan Petir, kurang dari 30 persen yang wilayahnya tidak terdampak cuaca. Bahkan, lahan pertanian seluas lebih dari 50 ribu meter persegi ikut terkena dampaknya.
“Musim kemarau sebenarnya sudah mulai sejak Juli, tapi hujan masih sering turun. Banyak warga yang sedang menjemur ketela justru kehujanan, sehingga gagal menghasilkan kaplek yang baik,” jelasnya.
Penurunan kualitas dan berat ketela berdampak langsung terhadap harga jual di pasaran. Kaplek yang sebelumnya bisa dijual hingga Rp 3.000 per kilogram, kini hanya laku separuhnya.
Anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Totok Daryanto, yang tengah melakukan penjaringan aspirasi di Petir, menyampaikan keprihatinannya atas kondisi tersebut. Ia berharap persoalan ini mendapat perhatian dari pemerintah pusat.
“Harga kaplek sekarang anjlok. Ini tentu sangat merugikan petani. Kami harap ada perhatian dari kementerian terkait, bahkan Presiden, untuk mencari solusi agar petani tidak terus merugi,” ujar Totok.
Pemerintah daerah dan pusat diharapkan segera mengambil langkah guna mengatasi dampak cuaca terhadap sektor pertanian di wilayah tersebut.
Editor : Suryo Sukarno
Artikel Terkait