TEMANGGUNG, iNewsPantura.id - Diskusi Budaya dan Sinematografi dengan tema Membangun Narasi dari Temanggung untuk Dunia yang dihelat di Omah Sengon Cafe, Kandangan berlangsung menarik dengan antusiasme audiens maupun nara sumber, R Jiwo Kusumo (sutradara), Ditha Samantha (produser dan aktris), Tri Raharjo (Kadinbudpar) dan dimoderatori Rizal Ivan Chanaris (Dirut Temanggung TV).
R Jiwo Kusuma yang menjadi narasumber malam itu banyak berbagi ilmu tentang dunia perfilman bagiamana membuat film dari awal sampai akhir. Ia juga bercerita tentang film besutannya Bersama sang istri Dhita Samantha yang berujud "Rajah" yang akan dirilis tanggal 26 Februari 2026 mendatang. Film ini merupakan antiklimaks baginya berawal dari keprihatinan lunturnya rasa memiliki generasi sekarang akan budayanya sendiri, di mana anak-anak sekarang seperti tercerabut dari akar budayanya sendiri.
"Film adalah wajah dari sebuah peradaban, Mataram Kuno itu keran ada banyak candinya ada dan di sini ibu kotanya yang membuat candi sebanyak itu menurut saya amazing sekali, sejarah itu menjadi background luar biasa. Film Rajah juga dari sejarah dari serat Ronggo Warsito "Amenangi Jaman Edan". Maka kita jangan mau dieksploitasi tapi sudah saatnya mengeksplorasi menjadi tuan rumah sendiri, Jika nanti membuat film katakanlah buat festival film diikuti 100 orang dari berbagai penjuru Indonesia, maka secara otomatis gaung Temanggung akan tersebar,"katanya.
Dhita Samantha menyampaikan banyak yang bisa dieksplorasi oleh putra-putri Temanggung di bidang sinematografi, syaratnya mereka harus berani keluar dan mengeksplorasi skil, potensi, bakat yan dimiliki. Selanjutnya mengeksplorasi seni tradisi, kearifan lokal, situs sejarah, potensi apapun termasuk UMKM, kuliner khas. Namun ia mengingatkan bahwa semua itu perlu proses tidak ujug-ujug di tangga teratas.
"Sinematografi itu tidak harus high cost tapi low budget juga bisa ambil gambar pakai kamera ponsel bisa kemudian di upload dimedia sosial, itu efektif kok terpenting harus punya visi misi kuat pasti ada ruh disitu. Nah, berawal dari hal sederhana itu semua potensi Temanggung terangkat contoh ada makanan khas Temangung namanya ndas borok nama unik kalau ditampilkan dengan baik bisa jadi master piece,"katanya.
Bupati Agus Setyawan pun mengapresiasi diskusi yang juga mengangkat sub tema Sinergi Pemerintah dan Pelaku Seni dalam Mengangkat Potensi Lokal. Artinya, diskusi ini menjadi starting poin kebangkitan Temanggung dalam bidang perfilman di mana Bupati Agus ikut nyengkuyung dan antusias mendukung, terlebih kabupaten ini memiliki sumder daya alam, sumber daya manusia, local wisdom, kesenian, budayanya yang luar biasa. Sudah saatnya Temanggung tidak hanya sekadar menjadi obyek tapi menjadi tuan rumah bagi pembuatan film.
"Saya penggemar film karena saya banyak terinspirasi dari film-film, kalau sudah diberi amanah seperti ini harus membersamai rakyat. Mari kita berkolaborasi, bisa kita eksplor lagi Temanggung di dunia perfilman. Saya support, bismillah ke depannya kita buat seperti festival film agar Temanggung menjadi lebih hebat lagi,"kata Bupati Agus, Senin (22/12/2025) malam.
Salah satu pemerhati lokal Temanggung Kris Dharmawan menyambut hangat diskusi sinematiografi, sebagai pecinta sejarah dan arsitektur ia menyampaikan bahwa banyak sekali hal bisa diangkat untuk dijadikan film. Misalnya dari sisi sejarah sejak era Mataram Kuno, Situs Liyangan, Parakan sebagai kota tuanya bahkan disitu ada tokoh Lau Djing Tie pembawa kung fu ke nusantara. Di Parakan sendiri ada akulturasi budaya Jawa, Tiongkok dan Belanda.
"Bisa memunculkan potensi Kabupaten Temanggung untuk bisa diangkat ke level nasional dan internasional. Kalau saya berpendapat kalau Temanggung yang paling menonjol adalah sejarah, kalau diutik dari sisi sejarah Temanggung itu sangat penting di dalam sejarah bangsa Indonesia. Itu bisa dibuktikan dengan situs-situs yang ada dan menjadi kesempatan Temanggung bisa dikenal, ada Wanua Tengah, Pikatan, Situs Gondosuli," katanya.
Editor : Suryo Sukarno
Artikel Terkait
