KABAR menggembirakan bagi para pelaku usaha sektor pariwisata,sejumlah lokasi wisata mulai ramai dikunjungi para wisatawan, salah satunya Wisata Candi Borobudur.
Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, merupakah salah satu tujuan wisatawan favorit masyarakat. Bangunan yang diperkirakan dibangun pada abab ke-8 di zaman Kerajaan Mataram Kuno oleh Dinasti Syailendra itu selain termashur ke mancanegara juga termasuk salah satu warisan dunia yang diakui oleh Unesco sejak 1991 silam.
Alasan Unesco menetapkan Borobudur sebagai warisan dunia antara lain karena dari sisi fisik, bangunan candi dinilai sangat unik dengan arsitektur yang luar biasa. Setiap sudut bangunan candi pun memiliki makna tersendiri yang menggambarkan kehidupan pada masa itu. Eksotisme Borobudur juga membuat situs tersebut masuk salah satu tujuh keajaiban dunia.
Melihat kemegahan dan karya yang luar biasa dari para pendahulu negeri ini, sudah sewajarnya kita sebagai generasi penerus untuk dapat menjaga kelestariannya. Maka, alasan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk menaikkan tarif masuk Candi Borobudur menjadi Rp750.000 per orang bagi turis lokal dan USD100 bagi turus mancanegara dinilai cukup tepat.
Menurut Luhut, seperti dikutip dari laman Instagramnya,kenaikan tarif naik ke Candi Borobudur itu adalah untuk menjaga kelestarian sejarah dan budaya nusantara. Selain itu, jumlah pengunjung juga akan dibatasi hanya 1.200 orang per hari.
Meski ada wacana kenaikan tarif untuk turis yang ingin ke candi, namun pihak pengelola wilayah Borobudur dalam hal ini PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (TWC) menegaskan bahwa untuk ke kawasan candi Borobudur tetap dikenakan Rp50.000 sekali masuk.
Menilik besarnya nilai sejarah dan keunikan Candi Borobudur, rasanya cukup tepat apabila tarif masuk ke situs warisan dunia itu dinaikkan. Wajar mengingat dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi fenomenaovertourismdi mana tempat-tempat wisata bersejarah didatangai banyak wisatawan sehingga situs-situs bersejarah itu menjadicrowded.
Kita berharap, apabila nanti tarifnya dinaikkan, kebijakan itu dapat menyaring turis agar tercipta kenyamanan pengunjung lebih terjaga.
Akan tetapi, yang mesti dijelaskan dari wacana kenaikan tarif tersebut adalah apakah sudah melalui kajian yang tepat? Apakah sudah mempertimbangkan daya beli masyarakat?
Dalam hal ini, pemerintah selaku otoritas pembuat kebijakan semestinya bisa memberikan informasi seluas-luasnya, alasan dan pertimbangan apa yang membuat kenaikan tarif tersebut sangat signifikan. Kajian ini diperlukan karena menyangkut transparansi pengelolaan aset budaya nasional.
Namun, di samping itu, ada baiknya kita sebagai generasi penikmat hasil karya seni pendahulu negeri ini merenungkan kembali, apakah kita sebagai wisatawan sudah bersikap baik terhadap objek wisata yang kita tuju?
Contoh kecilnya, apakah kita sudah bisa disiplin untuk membuang sampah pada tempatnya di lokasi wisata bersejarah?
Sudahkah kita mengikuti instruksi pengelola di Candi Borobudur yang tidak memperbolehkan untuk naik ke bangunan stupa?
Faktanya, masih banyak ditemukan wisatawan yang dengan seenaknya naik dan duduk di bagian stupa meski sudah ada tanda peringatannya. Maka, adanya wacana kenaikan tarif untuk naik ke atas Candi Borobudur ini sebaiknya kita sikapi dengan bijak.
Mari kita melakukan introspeksi dan saling mengingatkan kepada sesama masyarakat bahwa situs warisan dunia seperti Candi Borobudur adalah warisan untuk kita semua warga Indonesia. Kita layak menikmatinya, namun juga harus merawatnya.
Editor : Hadi Widodo
Artikel Terkait