get app
inews
Aa Read Next : Miliki Banyak Keutamaan, ini Surat yang Dibaca saat Tahun Baru Islam 1444 H

Apakah Niat Puasa Qadha Ramadhan dan Dzulhijjah Boleh Digabung ?

Selasa, 05 Juli 2022 | 13:04 WIB
header img
Apakah Niat Puasa Qadha Ramadhan dan Dzulhijjah Boleh Digabung ? (Foto: Freepic)

NIAT puasa qadha Ramadhan dan puasa Dzulhijjah dimulai sejak malam hari, dimana batasan waktu niat sampai sebelum masuk waktu subuh. Lantas bolehkah niat puasa qadha Ramadhan dan Puasa dzulhijjah digabung?

Dirangkum dari Rumaysho, Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal M.Sc menerangkan bahwa niat berarti al-qashdu atau keinginan. Niat puasa adalah keinginan untuk berpuasa. Letak niat di dalam hati, tidak cukup dalam lisan, tidak disyaratkan melafazkan niat. Berarti niat di dalam hati saja sudah teranggap sahnya.

Ulama besar Muhammad Al Hishni berkata:

لاَ يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلاَّ بِالنِّيَّةِ لِلْخَبَرِ، وَمَحَلُّهَا القَلْبُ، وَلاَ يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِهَا بِلاَ خِلاَفٍ

"Puasa tidaklah sah kecuali dengan niat karena ada hadis yang mengharuskan hal ini. Letak niat adalah di dalam hati dan tidak disyaratkan dilafazkan." (lihat kitab Kifayah Al-Akhyar, halaman 248)

Hukumnya

Adapun terkait hukumnya, para fuqoha berselisih pendapat dalam hukum melakukan puasa sunah sebelum melunasi qadha puasa Ramadhan. Ulama-ulama Hanafiyah membolehkan melakukan puasa sunah sebelum qadha puasa Ramadhan.

Mereka sama sekali tidak mengatakannya makruh. Alasan mereka, qadha puasa tidak mesti dilakukan sesegera mungkin.

Ibnu ‘Abdin mengatakan, "Seandainya wajib qadha’ puasa dilakukan sesegera mungkin (tanpa boleh menunda-nunda), tentu akan makruh jika seseorang mendahulukan puasa sunah dari qadha’ puasa Ramadhan. Qadha’ puasa bisa saja diakhirkan selama masih lapang waktunya."

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal M.Sc menjelaskan, ulama-ulama Malikiyah dan Syafiiyah berpendapat tentang bolehnya namun disertai makruh jika seseorang mendahulukan puasa sunah dibanding qadha’ puasa. Sebab jika melakukan seperti ini berarti seseorang mengakhirkan yang wajib demi mengerjakan yang sunah.

Ad-Dasuqi berkata, "Dimakruhkan jika seseorang mendahulukan puasa sunah padahal masih memiliki tanggungan puasa wajib seperti puasa nadzar, qadha’ puasa, dan puasa kafaroh. Dikatakan makruh baik puasa sunah yang dilakukan dari puasa wajib adalah puasa yang tidak begitu dianjurkan atau puasa sunah tersebut adalah puasa yang amat ditekankan seperti puasa ‘Asyura’, puasa pada 9 Dzulhijjah. Demikian pendapat yang lebih kuat."

Para ulama Hanabilah menyatakan diharamkan mendahulukan puasa sunnah sebelum meng-qadha’ puasa Ramadhan. Mereka katakan bahwa tidak sah jika seseorang melakukan puasa sunah padahal masih memiliki utang puasa Ramadhan meskipun waktu untuk meng-qadha’ puasa tadi masih lapang.

Sudah sepatutnya seseorang mendahulukan yang wajib, yaitu dengan mendahulukan qadha’ puasa. Jika seseorang memiliki kewajiban puasa nadzar, ia tetap melakukannya setelah menunaikan kewajiban puasa Ramadhan (qadha’ puasa Ramadhan). Dalil dari mereka adalah hadis Abu Hurairah:

من صام تطوّعاً وعليه من رمضان شيء لم يقضه فإنّه لا يتقبّل منه حتّى يصومه

"Barang siapa yang melakukan puasa sunah namun masih memiliki utang puasa Ramadhan, maka puasa sunah tersebut tidak akan diterima sampai ia menunaikan yang wajib." (Catatan penting: Hadis ini bersifat dho'if atau lemah)

Para ulama Hanabilah juga meng-qiyas-kan (menganalogikan) dengan haji. Jika seseorang menghajikan orang lain, padahal dia sendiri belum berhaji, atau dia melakukan haji yang sunah sebelum haji wajib, maka seperti ini tidak dibolehkan.

Merujuk Dalil

Dalil yang menunjukkan bahwa terlarang mendahulukan puasa sunah dibanding puasa wajib adalah hadis dho'if sebagaimana diterangkan sebelumnya.

Disebutkan dalam meng-qadha’ puasa Ramadhan, waktunya amat longgar, yaitu sampai Ramadhan berikutnya. Allah Subhanahu wa ta'ala sendiri memutlakkan qadha’ puasa dan tidak memerintahkan sesegera mungkin sebagaimana dalam firman-Nya:

فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

"Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (QS Al Baqarah: 185)

Begitu pula dapat dilihat dari apa yang dilakukan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Dari Abu Salamah, beliau mengatakan mendengar ‘Aisyah mengatakan:

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

"Aku masih memiliki utang puasa Ramadhan. Aku tidaklah mampu meng-qadha-nya kecuali di bulan Sya'ban."

Yahya, salah satu perawi hadis, mengatakan bahwa hal ini dilakukan ‘Aisyah karena beliau sibuk mengurus Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR Bukhari nomor 1950 dan Muslim 1146)

Sebagaimana pelajaran dari hadis ‘Aisyah, beliau baru meng-qadha’ puasanya saat di bulan Sya'ban. Dari hadis tersebut Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, "Tidak boleh mengakhirkan qadha’ puasa lewat dari Ramadhan berikutnya." (Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari, 4: 191)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Disunahkan menyegerakan meng-qadha’ puasa Ramadhan. Jika ditunda, maka tetaplah sah menurut para ulama muhaqqiqin, fuqaha, dan ulama ahli ushul. Mereka menyatakan bahwa yang penting punya azam (tekad) untuk melunasi qadha’ tersebut." (Syarh Shahih Muslim, 8: 23)

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, "Inilah pendapat terkuat dan lebih tepat (yaitu boleh melakukan puasa sunah sebelum qadha’ puasa selama waktunya masih lapang, pen). Jika seseorang melakukan puasa sunah sebelum qadha’ puasa, puasanya sah dan ia pun tidak berdosa. Karena analogi (qiyas) dalam hal ini benar. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), 'Barang siapa yang sakit atau dalam keadaan bersafar (lantas ia tidak berpuasa), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain (QS Al Baqarah: 185).' Dalam ayat ini dikatakan untuk meng-qadha’ puasanya di hari lainnya dan tidak disyaratkan oleh Allah Ta’ala untuk berturut-turut. Seandainya disyaratkan berturut-turut, maka tentu qadha’ tersebut harus dilakukan sesegera mungkin. Hal ini menunjukkan bahwa dalam masalah mendahulukan puasa sunah dari qadha’ puasa ada kelapangan." (Syarhul Mumthi’, Syekh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 6: 448)

Kesimpulannya, masih boleh puasa sunah di awal Dzulhijjah meskipun memiliki utang puasa (qadha puasa Ramadhan). Asalkan Orang yang memiliki utang puasa Ramadhan tersebut bertekad melunasinya.

Wallahu a'ala bisshawab.

Editor : Hadi Widodo

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut