PARIS, iNews.id - Inflasi terjadi di negara-negara Eropa yang menggunakan mata uang euro mencapai level tertinggi baru sepanjang masa sebesar 8,9 persen pada Juli 2022.
Mengutip AP, berdasarkan laporan Badan Stastistik Uni Eropa, melonjaknnya inflasi di 19 negara zona Eropa didorong naiknya harga energi. Hal tersebut dipicu oleh perang Rusia-Ukraina.
Harga energi melonjak pada Juli sebesar 39,7 persen, sedikit lebih rendah dari bulan sebelumnya karena kekhawatiran pasokan gas. Harga makanan, alkohol dan tembakau melesat 9,8 persen, lebih cepat dari kenaikan bulan lalu karena naiknya biaya transportasi, serta kekurangan dan ketidakpastian seputar pasokan dari Ukraina.
Selama berbulan-bulan, inflasi mencapai level tertinggi sejak 1997. Ini menyebabkan Bank Sentral Eropa (ECB) menaikkan suku bunga pada pekan lalu untuk pertama kalinya dalam 11 tahun dan memberi sinyal akan melakukan hal yang sama pada September mendatang.
Sementara itu, ekonomi zona Eropa tumbuh dari April hingga Juni, naik sebesar 0,7 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, meskipun ada stagnasi di Jerman. Prancis menghindari kekhawatiran resesi dengan membukukan pertumbuhan moderat 0,5 persen, sedangkan Italia dan Spanyol melebihi ekspektasi dengan ekspansi masing-masing 1 persen dan 1,1 persen.
Dengan inflasi yang terus meningkat lebih tinggi dari yang diharapkan, analis memperkirakan, pertumbuhan ekonomi menjadi berita baik terakhir. Pasalnya, dengan inflasi, kenaikan suku bunga, dan krisis energi yang memburuk diperkirakan akan mendorong kawasan itu ke dalam jurang resesi pada akhir tahun ini.
"Dengan pasokan gas kawasan sekarang berkurang dan inflasi tetap tinggi untuk beberapa waktu, zona Eropa kemungkinan akan jatuh ke dalam resesi," kata Asisten Ekonom Capital Economics Michael Tran dalam risetnya.
Pertumbuhan Eropa kontras dengan Amerika Serikat, yang ekonominya telah berkontraksi selama dua kuartal berturut-turut. Hal tersebut meningkatkan kekhawatiran resesi dengan inflasi pada level tertinggi 40 tahun. Namun dengan pasar kerja bahkan lebih kuat daripada sebelum pandemi Covid-19, dan sebagian besar ekonom, termasuk Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan, mereka tidak berpikir ekonomi sedang dalam resesi.
Kendati demikian, banyak yang memperkirakan kontraksi ekonomi di AS akan dimulai akhir tahun ini atau tahun depan, seperti di Eropa. Risiko Eropa sebagian besar terkait dengan ketergantungannya pada energi Rusia, dengan Moskow membatasi aliran gas alam yang menggerakkan pabrik, menghasilkan listrik, dan memanaskan rumah di musim dingin.
Lebih banyak pengurangan pasokan gas minggu ini melalui pipa utama ke Jerman, Nord Stream 1, telah meningkatkan kekhawatiran Kremlin dapat menghentikan pasokan sepenuhnya. Itu akan memaksa penjatahan untuk industri padat energi dan lonjakan tingkat inflasi yang sudah mencapai rekor tertinggi yang didorong oleh melonjaknya harga energi, sehingga akan mengancam 27 negara di zona Eropa masuk ke dalam jurang resesi.
Sementara pemerintah Uni Eropa menyetujui langkah untuk mengurangi penggunaan gas sebesar 15 persen dan telah melewati pemotongan pajak dan subsidi untuk meringankan krisis biaya hidup. Di musim dingin ketika permintaan gas alam melonjak dapat menurunkan tingkat penyimpanan yang sekarang harus dipenuhi oleh pemerintah, tetapi telah dibuat jauh lebih sulit oleh pemangkasan pasokan yang dilakukan oleh Rusia.
Sementara ECB mulai menaikkan suku bunga untuk meredakan inflasi, namun bank sentral lain seperti Fed dan Bank of England membuat kredit menjadi lebih mahal karena khawatir akan dampak besar dari melonjaknya harga energi yang terkait dengan perang.
Editor : Hadi Widodo