Soekarno dalam sejarahnya pernah bersinggah di berbagai tempat dan menjadi saksi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Soekarno bersama pejuang lainnya ditangkap serta diasingkan pemerintah Hindia Belanda ke beberapa lokasi di Tanah Air. Pemerintah Hindia Belanda menilai Soekarno adalah sosok yang berbahaya.
Berikut daftar tempat persinggahan Soekarno sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia dikutip Okezone (8/8/2022):
Pada 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta diculik ke Rengasdengklok. Keduanya singgah di rumah milik Djiauw Kie Siong. Rumah Djiauw Kie Song yang awalnya berada di pinggiran Sungai Citarum ini kemudian dipindahkan ke lokasi yang berjarak sekitar 150 meter dari tempat aslinya di Kampung Bojong, Rengasdengklok pada 1957.
Menurut cucu dari Djiauw Kie Song, Djiauw Kim Moy, bangunan rumah bagian ruang tamu, lantai ubin berwarna terakota yang biasa digunakan untuk rumah keturunan Tionghoa masih asli. Selain itu, kamar yang sempat digunakan Soekarno dan Hatta ini juga masih dipertahankan keasliannya.
2. Bengkulu
Bengkulu adalah tempat pengasingan Soekarno. Selama pengasingannya, Soekarno ditempatkan di rumah yang awalnya adalah tempat tinggal pengusaha bernama Tan Eng Cian. Rumah yang berjarak sekitar 1,6 kilometer dari Benteng Marlborough ini ditempati Soekarno pada 1938-1942.
Rumah berarsitektur perpaduan Eropa dan China ini menjadi saksi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ketika masa pengasingan Soekarno, rumah tersebut digunakan untuk segala aktivitas, baik kegiatan politik, kesenian, maupun keorganisasian. .
3. Ende
Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda De Jonge mengeluarkan surat keputusan pengasingan Soekarno ke Ende, Flores, NTT pada 28 Desember 1933. Pengasingan Soekarno ini karena kegiatan politiknya yang membahayakan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Soekarno dan keluarganya dibawa ke rumah pengasingan yang terletak di Kampung Ambugaga, Kelurahan Kotaraja.
Di rumah pengasingannya itu, Soekarno dan keluarga menghabiskan waktu selama empat tahun. Mereka menempati rumah milik Haji Abdullah Amburawu.
Editor : Hadi Widodo