Tatkala Muhammad ingin menikah, ia menginginkan kemuliaan nasab. Maka ia menikahi wanita yang lebih tinggi kedudukannya. Kemudian Allah mengujinya dengan kehinaan.
Sedangkan Imran, (saat menikah) ingin mendapatkan harta. Maka ia menikahi wanita yang lebih kaya dari dirinya. Allah kemudian mengujinya dengan kemiskinan. Keluarga wanita mengambil seluruh yang dimilikinya, tidak menyisakan sedikitpun.
Aku pun merenungkan nasib keduanya. Sampai akhirnya Ma’mar bin Rasyid datang menghampiriku. Aku pun berbincang dengannya. Aku ceritakan kepadanya peristiwa yang menimpa para saudaraku. Ia mengingatkanku dengan hadis
تُنْكحُ الْمَرْأَةُ لأرْبَعٍ: لمالها ولِحَسَبها ولِجَمَالها وَلدينها: فَاظْفَرْ بذاتِ الدِّينِ تَربَتْ يَدَاكَ
”Wanita dinikahi kerana empat perkara: Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Carilah wanita yang beragama, niscaya kamu akan beruntung”.
Sedangkan Nabi shallallahu alaIhi wa sallam bersabda:
"Wanita yang paling besar berkatnya adalah wanita yang paling ringan beban pembiayaannya”
Maka, aku memutuskan untuk memilih bagi diriku (wanita yang) memiliki agama dan beban yang ringan untuk mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alahi wa sallam. Allah menghimpunkan bagiku kehormatan dan limpahan harta dengan sebab agamanya”.
Itulah salah satu hikmah yang muncul dari lisannya. Tidak sedikit untaian hikmah dari Sufyan yang mencerminkan kekuatan pegangannya dengan sunnah Nabi dan kedekatannya dengan Al-Khaliq, Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Rujukan: Tahdzibul Kamal Fi Asmai ar-Rijal (3/223-228) karya Imam al-Hafiz Jamaluddin Abul Hajjaj Yusuf al-Mizzi
Editor : Hadi Widodo