Komunitas Jagongan Kaliwungu, Terlahir dari Ngopi Selepas Subuh

KENDAL,iNewsPantura.id – Sebuah warung persis di sebelah selatan Masjid Agung Besar Al Muttaqin Kaliwungu, sekelompok orang berkumpul dan bersilatuhrami. Dalam suasana hangat dan penuh kekeluargaan, komunitas ini setiap pagi selepas salat subuh selalu berkumpul.
Sekelompok kiyai dan santri ini berkumpul dalam komunitas yang akrab disebut “Jagongan”. Komunitas ini memiliki ciri khas yang unik dan sarat makna. Para anggotanya duduk melingkar sambil menikmati hidangan tradisional seperti singkong goreng, pisang rebus, dan gemblong.
Tak lupa, secangkir kopi panas menjadi teman setia sembari mereka berbincang ringan seputar isu keagamaan, sosial, hingga permasalahan lingkungan sekitar.
Jagongan digagas oleh Nasikin, seorang tokoh masyarakat Kaliwungu. Ia menginisiasi komunitas ini secara tidak sengaja, hanya dengan niat menciptakan suasana hangat sembari menunggu waktu pengajian pagi di masjid.
“Komunitas ini terbentuk secara alami dari kebiasaan para santri dan kiyai yang datang lebih awal sebelum kajian dimulai. Kami berkumpul di warung untuk ngopi dan ngobrol. Lama-lama jadi tradisi,” ujar Nasikin.
Menariknya, komunitas ini tak hanya diikuti warga Kaliwungu. Beberapa anggota datang dari daerah sekitar seperti Mangkang, Patebon, Weleri, hingga Brangsong. Mayoritas merupakan pensiunan dan tokoh agama lanjut usia, namun siapa pun dipersilakan untuk ikut bergabung tanpa syarat apa pun.
“Yang penting datang, ikut duduk dan berbagi cerita di Warung Jagongan. Di sinilah kita saling menguatkan dan menjaga silaturahmi,” tambah Nasikin.
Keunikan lainnya datang dari pemilik warung tempat mereka biasa berkumpul. Karena merasa terhormat dengan kehadiran komunitas tersebut, ia memberikan seragam khusus kepada anggota Jagongan, bahkan menyablon cangkir kopi dengan foto masing-masing anggota sebagai bentuk apresiasi dan kenang-kenangan.
Kegiatan Jagongan biasanya berlangsung hingga pukul 05.30 WIB. Setelah itu, para anggota beranjak menuju masjid untuk mengikuti kajian agama yang dipimpin oleh para kiyai setempat.
Komunitas Jagongan menjadi bukti bahwa tradisi lokal dan kebersamaan mampu menjadi sarana mempererat tali ukhuwah serta menjaga semangat keagamaan di tengah masyarakat. Sederhana, namun penuh makna.
Editor : Eddie Prayitno