Kerinduan bertemu pada manusia agung, manusia luhur dan manusia sempurna Nabi Muhammad Saw sungguh menjadi idaman bagi setiap insan muslim, seperti kisah kerinduan yang dibalut kecintaan yang mendalam Tsauban Az Zahabiy pada Rasulullah.
Seseorang bernama Tsauban Az Zahabiy berasal dari tanah Ḥijaz tertawan dibawanya ke Madinah. Kemudian sang Rasulullah membeli dan memerdekakannya. Beliau memberi pilihan kepadanya untuk kembali ke keluarganya atau menjadi bagian dari keluarga Sang Rasul. Ia memilih yang kedua dengan menjadi pembantu Rasul.[1]
Ia sangat mencintai Rasul hingga tak tahan terlalu lama berpisah darinya. Suatu hari ia sowan kepadanya dengan kulit pucat dan badan yang tampak kurus. Mukanya pun tampak murung.
“Wahai Tsauban, apa gerangan yang membuatmu pucat?” kata Baginda Rasul kepadanya.
“Wahai Rasulullah, saya tidak sedang menderita, juga tidak sedang sakit. Saya hanya menanggung rindu jika tak melihatmu. Saya merasa sangat terasing hingga dapat bertemu denganmu. (Tiba-tiba) kemudian saya teringat akan akhirat. Saya takut kelak tak melihatmu di sana. Saya tahu belaka, engkau akan diangkat (di ketinggian) bersama para nabi, sementara jika saya masuk surga pasti akan berada di tempat yang lebih rendah dari (surga) tempatmu. Apalagi jika saya tak masuk surga, pastilah saya tak akan melihatmu selamanya.
Berkenaan dengan peristiwa ini, Allah Swt. menurunkan Ayat 69 Surah An Nisa`:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا.
“Siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nabi Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (akan dikumpulkan) bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”[2]
Bilāl bin Rabāḥ ra. tak lagi berkenan untuk mengumandangkan azan setelah ditinggal kekasihnya, Rasulullah Saw. Ia memilih tinggal di Syam sebagai mujahid fi sabilillah. Suatu saat, Khalifah Umar ra. berkunjung ke Al Jabiyah salah satu kota bersejarah di Suriah, terletak di sebelah barat kota Nawā, tempat Imam An Nawawi dikebumikan. Umat Islam meminta Umar ra. untuk membujuk Bilal berkenan mengumandangkan azan. Suatu hari, ia pun melantunkan azan. Tak ada hari di mana begitu banyak orang menangis melebihi hari itu. Ini adalah momen mereka mengenang kembali Rasulullah Saw.
Bilal kemudian berkunjung ke Madinah dan menangis pilu di makam Rasul Saw. Hasan dan Husain, dua cucu Rasulullah, mendatanginya. Ia pun mencium dan memeluk keduanya.
“Kami ingin sekali mendengarkan azan-mu!” kata kedua cucu Rasul.
Bilal menaiki atap Masjid, lalu mengumandangkan azan. Madinah benar-benar bergemuruh oleh tangisan.[3]
Imam Malik bin Anas ditanya, kapan ia mulai mengambil riwayat dari Ayyub As Syikhtiyaniy. Ia mengatakan:
“Dia (Ayyub As Syikhtiyaniy) dua kali melaksanakan haji. Saya selalu “mencermatinya”, akan tetapi saya tidak mendengarkan (riwayat-riwayat) dari dia. (Saya melihat) dia selalu menangis saat disebut Rasulullah hingga saya mengasihinya. Setelah saya melihat penghormatannya yang luar biasa kepada Rasulullah Saw. saya menulis (riwayat-riwayat) dari dia.”[4]
Semoga Allah memberi rizki kepada kita semua rasa cinta yang mendalam kepada Baginda Rasulullah Ṡalla Allah ‘alaih-i wa sallam...
Rizki teragung adalah ketika engkau diberi rasa cinta yang melahirkan rindu kepada "Sang Kekasih
Editor : Hadi Widodo