Budaya Jawa telah mengenal emansipasi wanita sejak dulu kala. Terutama, sejak masa Kerajaan Mataram Kuno atau yang dikenal sebagai Mataram Hindu. Menurut sarjana sastra Jawa kebangsaan Belanda, Prof. Dr. Willem van Der Molen, tema pemeranan wanita telah disebutkan dalam naskah sastra Jawa Kuno di era itu.
Pensiunan Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) ini menyebutkan, salah satu naskah Jawa Kuno yang monumental pada era Mataram Kuno adalah naskah Ramayana. “Naskah ini merupakan salah satu dari dua epos besar India. Tetapi, Ramayana di Jawa pada era Mataram Kuno memiliki perbedaan yang sangat mencolok,” terangnya.
Untuk alasan itu, filolog Jawa Kuno asal negeri Kincir Angin ini menduga bahwa Ramayana versi Jawa merupakan versi tersendiri. “Ramayana di Jawa, khususnya dalam Sastra Jawa Kuno, bukan terjemahan. Sebab, di dalamnya terdapat pengembangan gagasan dan cerita yang lebih spektakuler dibandingkan versi India. Tentu, pengembangan ini disesuaikan pula dengan kebudayaan dan peradaban yang berlaku di masyarakat Jawa kala itu,” tutur peneliti senior yang gemar dengan budaya Jawa itu.
Pengembangan yang dimaksudkan, tidak hanya dari segi isi cerita, melainkan pula dari segi bentuknya. Menurut Willem, Ramayana dalam versi Jawa ditulis dalam bentuk kakawin (syair) panjang dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno, bukan bahasa Sanskerta. “Dan inilah kehebatan orang Jawa. Mereka mampu menggubah karya sastra dalam bahasa mereka sendiri. Keputusan ini merupakan keputusan yang brilian, karena tidak semua bangsa di Asia Tenggara melakukan hal yang sama,” katanya.
Di beberapa wilayah, seperti Thailand, Vietnam, Kamboja, dan lain-lain, naskah-naskah sastra Kuno dari Abad ke-9 rata-rata masih ditulis dengan bahasa Sanskerta, meskipun bangsa-bangsa Asia Tenggara telah memiliki bahasa sendiri. Tetapi, di Jawa, sejak tahun 800an, penggunaan bahasa Sanskerta dalam karya sastra yang ditulis sudah mulai dikurangi. Mereka menggantinya dengan bahasa Jawa Kuno.
Tak hanya itu, bentuk karya sastra pun berubah. Para pujangga Jawa telah menciptakan bentuk sendiri, yaitu kakawin. Hal ini pula yang kemungkinan memberi pengaruh pada isi cerita dari kisah epik Ramayana.
“Yang menarik dari kisah Ramayana versi Jawa, salah satunya adalah keberadaan Shinta. Menurut naskah Jawa Kuno, dikisahkan saat Shinta disekap oleh Rahwana, ia sempat menulis surat kepada suaminya, Rama. Ini unik dan sangat spektakuler!” ujar dosen Sastra Jawa di Universitas Leiden itu.
Menurutnya, hal tersebut merupakan hal baru. Sebab, dalam versi India, Shinta tidak demikian. Bahkan, hal tersebut sangat bertentangan dengan peradaban India pada waktu itu. “Di India, seorang perempuan tidak mengenal baca-tulis. Karena kedudukan perempuan selalu di bawah bayang-bayang kaum laki-laki,” katanya.
Temuan itu membuatnya terkagum-kagum. Ia menduga, pada masa Mataram Kuno sudah ada pendidikan bagi kaum perempuan. Dengan demikian, hal itu juga menunjukkan bahwa di masa itu emansipasi wanita sudah menjadi bagian dari kebudayaan yang berlaku di masyarakat. “Ini sebuah kemajuan yang luar biasa yang pernah dicapai oleh bangsa Jawa,” tuturnya.
Meski demikian, ia menyarankan agar hal tersebut terus diteliti dan diurai untuk mendapatkan keterangan yang lebih mendalam. Terutama, untuk mengungkap sejarah budaya Jawa.
Editor : Ribut Achwandi