JAKARTA - Pemerintah harus siap menjalankan skenario adanya potensi lonjakan kasus Covid-19 dan munculnya fenomena hepatitis akut pada anak dan remaja.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan meminta semua jajaran untuk mencermati dan menindaklanjuti setiap penambahan kasus hingga prosedur penanganan sudah kembali dimatangkan. Fasilitas-fasilitas kesehatan dengan tenaga, obat, serta peralatan juga telah disiagakan, termasuk komunikasi public yang masif.
“Pemerintah siap dengan semua skenario. Meskipun, kita cukup percaya bahwa kebijakan pelonggaran mudik tahun ini sudah tepat, risikonya cukup terukur dan termitigasi dengan baik,” ujarnya.
Pemerintah siap dengan kemungkinan terjadinya peningkatan kasus Covid-19 mengingat tahun ini mudik memang berlangsung sangat meriah. Survei Kemenhub yang memprediksi pemudik tahun ini akan mencapai 85,5 juta orang sepertinya tak jauh meleset. Sejumlah data menunjukkan, arus mudik tahun ini memang memecahkan rekor lalu lintas tertinggi sepanjang sejarah.
Sebagai contoh, untuk Jabotabek saja, menurut data Jasa Marga, jumlah mobil keluar sejak H-10 hingga H-1 Lebaran (22 April-1 Mei) mencapai 1,7 juta alias 10% lebih tinggi dibanding mudik 2019. Data ASDP Indonesia Ferry mencatat, total penumpang yang menyeberang melalui pelabuhan Merak mencapai 3,2 juta orang (naik 65% dari 2021), dengan jumlah kendaraan roda dua mencapai 144.000 unit (naik 47% dari 2021), serta kendaraan roda empat mencapai 238.000 unit (naik 59% dari 2021).
“Bisa dibayangkan betapa tingginya intensitas interaksi sosial yang berlangsung selama libur Lebaran ini, dan betapa tinggi risikonya bila tidak termitigasi dengan baik sejak awal termasuk kewaspadaan terhadap penularan hepatitis akut di kalangan anak dan remaja,” lanjut Budi Gunawan, yang juga merupakan penggagas Medical Intelligence di Tanah Air ini.
Pemerintah cukup percaya telah mengambil langkah yang tepat untuk memberikan pelonggaran bagi masyarakat untuk mudik setelah dua tahun dibatasi karena berbagai indikator penanganan pandemi yang memang sudah memadai.
Sebulan lebih jelang mudik, tren perbaikan status pandemi memang berlangsung konsisten. Setelah mencapai puncak gelombang ketiga pada 16 Februari 2022 (64.718 kasus harian), kasus harian terus mengalami penurunan, diiringi dengan tren kenaikan jumlah pasien sembuh harian yang selalu lebih tinggi. Positivity rate terus turun dan stabil di bawah 5%, sesuai standar aman WHO. Tingkat keterisian (BOR) rumah sakit yang sempat di atas 60% juga semakin melandai tinggal satu digit. Dan yang paling melegakan, sero survei pada Maret 2022 menunjukkan, 99,2% penduduk telah memiliki antibodi yang baik, sekitar 7.000-8.000.
“Hal ini menunjukkan, kombinasi antara percepatan vaksinasi dan pengendalian sosial tanpa lockdown total yang diinstruksikan Presiden terbukti efektif berhasil,” ujar Budi Gunawan.
“Temuan ilmiah terakhir Omicron tidak lebih ringan dari Delta, namun dengan strategi pemerintah yang tepat keduanya dapat diantisipasi, maka kita percaya sudah berada di jalur yang tepat bertransisi menuju endemi," imbuhnya.
Sembari menjalani proses tersebut dengan kewaspadaan dan tanpa ketergesaan, jelas Budi Gunawan, vaksinasi hingga dosis booster harus tetap dilanjutkan.
"Begitu pun protokol kesehatan, harus dibudayakan. Dua hal ini akan menjadi bagian dari hidup kita, karena baik pada masa pandemi maupun endemi, kita sesungguhnya hidup bersama dengan virus Corona," papar dia.
Bedanya, di masa endemi nanti, Indonesia memiliki lebih banyak kesempatan untuk membangun kemandirian vaksin, obat-obatan, serta mengembangkan medical intelligence untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya virus atau biopatogen lain seperti fenomena long covid termasuk persoalan mental khususnya pada orang tua, dan hepatitis akut pada anak dan remaja yang dihipotesakan erat dengan SARS Cov2.
“Menghadapi pandemi selama hampir tiga tahun cukup memberikan pelajaran bagi kita untuk membangun kemandirian tersebut dan kapabilitas medical intelligence yang mumpuni melindungi bangsa Indonesia,” tegas Budi Gunawan.
Editor : Hadi Widodo