SAMARINDA - Bikin sedih lantaran tak miliki ponsel untuk sekolah online, siswa sekolah dasar di Samarinda, Kalimantan Timur, Musdalifah (10) diusir gurunya saat hendak masuk kelas tatap muka.
Diketahui Musda tak aktif sekolah online selama 6 bulan. Alasan Musda tidak bisa ikut online karena diirnya tak punya gawai atau telefon genggam.
Pada saat sekolah tatap muka sudah dimulai, Musda mau sekolah, tapi malah tidak punya baju sekolah karena badannya semakin besar dan seraannya tidak muat lagi.
Musdalifah adalah seorang anak piatu yang ditinggal ibu kandungnya meninggal dunia sejak usia 3 tahun, dengan kondisi ayah kandungnya yang memiliki kelumpuhan pada tangan kanan dan tinggal bersama bibi kandungnya bernama Siti Manuwarah (37). Musda memiliki adik kandung perempuan bernama Merlin (9) juga tinggal bersama bibinya di Kelurahan Tenun Kecamatan Samarinda Seberang.
Saat ini Musdalifah bersekolah di SD Negeri 002 dan duduk di bangku Kelas 4 B.
Siti Munawarah menjelaskan, saat Musda duduk di kelas 3 SD, proses sekolah masuk dalam tahap pembelajaran online atau daring. Musda sempat mengikuti proses belajar online beberapa kali dengan menggunakan hape Samsung J3 yang di beli bekas. Namun, kondisi hape musda itu tidak mempuni. Kadang mengalami erorr dan semua terinstal ulang, hingga mengakibatkan semua file hilang dan terhapus.
Akibatnya musda sering tertinggal pelajaran onlinenya. Hal itu terjadi selama dia melakukan proses belajar di kelas 3.Saat ujian kenaikan kelas 4, Musdalifah ikut mengikuti ujian secara online, dengan kondisi handphone yang kurang maksimal.
Sampai akhirnya hp musda pun tidak dapat lagi digunakan. Hp itu pun dipergunakan juga oleh adiknya yang bersekolah di sekolah yang berbeda.
Hingga pada saat ingin kembali masuk ke group sekolah, Bibi Musdalifah berinisiatif untuk menggunakan hp pribadinya, lantaran Musda masih tidak memiliki hp, namun kondisi itu tak dapat memenuhi kebutuhan belajar anak-anak yang dirawat olehnya. Pasalnya, sang bibi juga punya 3 anak kandungnya dan 1 keponakan lainnya yang ikut tinggal bersama.
Semua anak yang bersekolah berjumlah 5 orang, dan kelima anak tersebut harus menggunakan satu hp milik Siti Munawarah.
Namun, Musda yang sudah kehilangan kontak gurunya pun tidak dapat ikut melaksanakan belajar online. Upaya Siti untuk menghubungi para guru di SD tersebut sudah dilakukan, namun saat itu, pihak sekolah belum merespons Whatshapp Siti yang mempertanyakan kejelasan sekolah Musdah.
"Saya WA saya telpon wali kelasnya, tidak diangkat, itu saya lakukan lagi setelah beberapa hari. Berharap nomor saya ini bisa dimasukkan ke group sekolah untuk mengetahui tahapan belajar si Musda," ujar Siti.
Selain terkendala hanphone, Musda juga disebut sudah tidak memiliki baju seragam sekolah, mulai dari, baju, tas, buku, hingga jilbab. Bahkan baju sehari haripun sudah tidak muat.
"Waktu sudah mulai sekolah tatap muka, Musda lihat temannya sekolah. Dia pengen sekolah, tapi saya bilang, baju mu sudah tidak muat, buku juga tidak ada, ibu belum bisa belikan. Karena kalau kamu dibelikan semua adek-adek mu juga harus di belikan. Tante belum punya uang," kata Siti
Dengan begitu Siti harus memutar otak untuk mencarikan anak anak nya baju seragam. "Saya juga minta ke tetangga siapa tahu ada baju bekas sekolah anak mereka. Tapi Musda ini kan badannya besar. Jadi jarang ada baju SD temannya yg muat," bebernya.
Siti mengaku tidak dapat mendatangi sekolah karena, saat itu Siti harus merawat kedua orang tuanya yang sedang sakit. Selain itu Siti juga harus merawat ke 6 anak yang tinggal bersama dirinya di rumah. Kemudian, Siti ditimpa duka, Ayahnya yg merupakan kakek musda meninggal dunia, dan tak berselang lama Ibu Siti yang juga adalah Nenek Musda pun akhirnya menyusul meninggalkan mereka selama lamanya. Hal itu di uangkap musda menjadi masalah terberat Siti
Hingga dirinya pun tak mampu memikirkan begitu banyak persoalan lain.
"Kondisi itu yang bikin saya bingung, dan tidak berfikir mau ke sekolah atau bagai mana. Ini ada 3 anak yang setahun tidak bisa ikut sekolah dari g. Saya sudah bingung. Ditambah lagi saya jaga bayi saya. Kalau saya pergi siapa yang jaga," ungkap Siti
Suami Siti, bekerja serabutan di salah satu jasa transportasi di Samarinda dengan penghasilan minim. Yang membuat Siti tidak mampu melengkapi pasilitas pendidikan ke 6 anak yang ia rawat bersama suami.
"Saya bingung, sampai Bang Mamat ini dari Relawan Rumah Makan Gratis datang untuk menawarkan bantuan. Ini pun pas Musda dan adiknya itu statusnya sudah tidak ikut belajar selama 6 bulan," tambahnya.
Saat menerima bantuan Mamat, Siti berpesan pada Mamat, bahwa minta tolong agar ditanyakan ke pihak sekolah atas nasip keponakannya itu.
Mamat, Kordinator Relawan Rumah Makan Gratis (RMG) lalu mengupayakan alat sekolah 3 Anak yang dirawat oleh Lilis.
Kronologi Musda diusir Pada Selasa 31 Mei 2022. Musda diantarkan oleh Mamat untuk masuk berangkat ke sekolah. Sebelum Musda masuk ke ruang kelas, Mamat mengantar Musda ke ruangan guru untuk menghadap dan meminta ijin masuk ke dalam kelas.
"Saya datang, ke ruangan guru. Yang sambut saya awalnya bukan wali kelas musda tapi guru lain. Dan guru di sana mempersilahkan Musda naik ke ruangan lantai dua untuk ikut ujian," kata Mamat.
Tak berselang lama, wali kelas Musda pun masuk ke dalam kelas. Salah satu murid di dalam kelas berteriak, dan menyampaikan kepada gurunya bahwa Musda sudah turun sekolah.
Sontak guru itu dengan nada tinggi meminta Musda untuk keluar dari kelas dan memanggil orang tuanya lebih dulu.
"Saya duduk, guru datang baru temanku bilang, Musda turun sekolah. Baru guru bilang, 'Oh sekolah kah kamu Musda. Turun kamu pulang panggil dulu orang tua mu ke sekolah'. Itu bilang Bu guru marah sama aku," cerita Musda
Saat itu, kata musda, saat wali kelas itu keluar ruangan, ia ikut berdiri untuk pulang. Namun musda mendapatkan cibiran dari teman teman sekelasnya dengan disorakin dan dilempar kertas dan buku oleh beberapa siswa di kelasnya.
"Aku dilempar kertas, baru diteriakin, huuuu Musda diusir. Aku nangis sudah itu kak. Mau pulang tapi takut juga," kata Musda.
Musda ditemukan oleh Mamat menangis di penggir jalan di depan sekolahnya. Tak beberapa lama Mamat pergi Mengantar musda ke sekolah untuk ikuti ujian, Mamat menerima laporan bahwa Musda dikeluarkan dari kelasnya.
"Saya dapat laporan itu, langsung kembali lagi ke sekolah, saya kesana tiba-tiba lihat Musda sudah menangis meraung-raung di pinggir jalan depan sekolahnya dengan peluk tasnya. Sakit hati saya lihat itu," beber Mamat.
Melihat kondisi tersebut, Mamat pun langsung membawa Musda kembali ke sekolah untuk meminta klarifikasi pihak sekolah, dan ingin bertanya apa yang terjadi.
"Dengan menangis, saya bawa Musda, saya di situ baru ketemu sama wali kelasnya. Niat saya mau menghadap ke kepala sekolah. Tapi Kepseknya tidak ada. Jadi saya cuma ketemu wali kelasnya," kata Mamat.
Saat meminta kejelasan oleh wali kelas, Mamat memohon agar pihak sekolah tetap menerima musda untuk sementara mengikuti ujian.
"Saya bilang, ini anak mau sekolah. Biar dulu belajar. Wali kelasnya bilang, iya bisa. Tapi musda tidak naik kelas. Itu wali kelasnya bilang," kata Mamat lagi.
"Saat itu saya tanyalah Musda, maukah dek sekolah tapi tidak naik kelas. Anak ini mau kok," tambahnya.
Kedua kali Mamat harus kembali meninggalkan Musda di sekolah untuk mengikuti ujian. Setelah pukul 10.00 WITA, ujian selesai dan Musda pulang ke rumah.
Kisah sedih Musda berlanjut, saat sampai dirumah, Musda kembali menangis. Meski pun ia berhasil kembali mengikuti ujian di kelasnya. Namun kata Musda, ia tetap menerima perlakuan yang menurut Musda menakutkan.
"Pas Abang pulang, aku ditarik sama Bapak Taufik, itu guru Olahraga ku. Aku takut bang, sakit tanganku di bawa ke atas. Baru pas aku duduk, guruku bilang aku geram sama Musda, sambil kepal-kepal tangannya," tangis Musda
Mendengar kisah musda pun, Mamat semakin tak tahan, dan bercerita kebeberapa rekan donaturnya untuk membangi dan mencarikan anak asuhnya itu solusi yang baik, agar Musda tetap dapat bersekolah.
"Saya kabarin donatur saya, yang kebetulan salah satu donatur saya juga bagian dari awak media. Mendengar kisah adik Musda ini, siapa sih yang tidak geram. Apa lagi ini anak piatu loh. Dia diperlakukan begitu oleh pendidiknya yang seharusnya bisa memberikan kasih sayang," imbuhnya.
Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Kaltim atau TRCPPA Menerima informasi tentang musda. Melalui awak media, Rina Zainun bersama Tim mendatangi sekolah tersebut.
Kedatangan Rina bersama awak media, mendapat respons yang kurang baik oleh pihak guru disekolah tersebut. Meski begitu, pihak sekolah tetap mempersilahkan Rina untuk masuk dan menjelaskan maksud dan tujuan mereka.
Saat menerangkan itu, pihak guru dan wali kelas Musda mengelak disebut mengusir Musda dari ruangan. Kondisi mediasi pun sempat memanas, saat salah satu guru di ruangan itu menyebut bahwa Musda merekayasa cerita
"Pembohong anak itu," celetuk guru yang di dengar oleh awak media.
Saat itu salah satu awak media pun sempat geram. Dan berharap guru lain dapat menghormati mediasi yang dilakukan oleh pihak TRCPPA dan wali kelas. "Kita tidak temukan hasil yang baik saat berdialog dengan wali kelas. Jadi kita menunggu kepala sekolah," kata Rina.
Tak selang beberapa waktu Kepala sekolah pun tiba. Dengan raut terkejut melihat TRCPPA, Kepsek meminta untuk dapat masuk ke ruangannya.
Saat mediasi bersama pihak Kepala sekolah, Keputusan pun diambil oleh kepala Sekolah Negeri 002, bahwa musda harus tetap belajar dan mengikuti ujian sekolah.
"Saya baru tahu ada kasus ini, wali kelas dan wali murid sama-sama belum pernah menghubungi saya," kata Sabran Kepala SdN 002.
Namun, saat mediasi bersama pihak sekolah, kericuhan kembali terjadi lantaran salah satu guru kembali datang dengan membentak di depan pintu ruangan kepala sekolah.
"Ada apa ini Pak Sabran?" cetus salah seorang guru dengan nada tinggi. Namun, celetukan tersebut tak digubris oleh Kepsek.
Sayangnya, saat itu musda dan Siti yang berada di luar ruangan kepsek kembali mendapat intimidasi oleh oknum guru itu. Dengan nada kasar dan menepuk pundak musda.
Saat itu lah kericuhan terjadi. Melihat hal itu, Mamat mengaku tak terima, dan akhirnya kondisi pun kembali alot. Meski begitu, perdebatan antara guru dan Mamat dapat dilerai.
Sementara itu, Kadisdik Kota Samarinda Asli Nuryadin, mengatakan pihaknya telah memanggil kepala sekolah dan guru yang melakukan pengusiran terhadap MF.
"Saya sudah memanggil kepala sekolah dan guru-guru, dan telah mendengarkan cerita mereka, artinya kita mengkoreksi diri, dan tidak ada salahnya kita minta maaf," ujar Asli Nuryadi saat dikonfirmasi.
Pihaknya pun berjanji akan memfasilitasi Musda untuk dapat mengikuti proses mengajar seperti biasanya.
"Saya sendiri sudah mendengar kondisi anak ini, dengan kondisi ini sudah seharusnya kita urus, dan tidak menghambat proses belajarnya, dan kami siap memfasilitasi seperti semula," ungkapnya.
Asli berharap, peristiwa tersebut tidak boleh kembali terjadi di sekolah-sekolah lain di Samarinda. Dan meminta guru-guru pengajar untuk dapat menjaga emosional kepada muridnya.
"Saya sendiri sebagai kepala dinas kalau menjadi guru melakukan salah atau hilaf, ya minta maaf lah, dan jagan emosional menghadapi murid-muridnya," pungkasnya
Editor : Hadi Widodo