JAKARTA, iNews.id - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) mengeluh naiknya harga telur ayam di pasaran. Kenaikan harga itu terutama sangat membebani industri makanan dan minuman (mamin) skala kecil.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Luktio mengatakan, industri mamin skala kecil biasanya membeli stok bahan baku secara harian sehingga ketika ada beberapa bahan baku yang tiba-tiba naik seperti telur membuat mereka tidak kuat bertahan.
"Industri kecil daya tahannya rendah. Mereka bahan baku beli harian atau mingguan. Bukan kayak yang besar, ada inventory berbulan-bulan, jadi industri kecil kalau bahan baku tiba-tiba naik, hmereka enggak kuat," kata Adhi, Kamis (25/8/2022).
Akibatnya, kata dia, pelaku industri mamin skala kecil mau tidak mau mengurangi takaran telur sebagai bahan baku pembuatan makanan. Hal itu demi bisa bertahan di tengah situasi saat ini.
Bahkan tidak sedikit juga yang memilih untuk menaikkan harga jual ke konsumen. Pasalnya, jika tidak dilakukan, pelaku usahanya bakal nombok.
"Sama kayak tempe, kalau kedelai naik, yah mereka menurunkan size jual jadi setengah, terus ada juga yang punya strategi harganya (ke konsumen) naik. Sama kayak telur gitu juga," ujar Adhi.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) memaparkan, idealnya harga telur berada di kisaran Rp28.000 sampai Rp29.000 per kilogram (kg). Namun saat ini, rata-rata harga telur ayam ras terendah terjadi di Jambi Rp26.000 per kg, harga tertinggi terjadi di Papua Rp42.000 per kg, sementara di DKI Jakarta mencapai Rp30.700 per kg.
Dia mengatakan, hal itu karena tindakan afkir dini atau upaya mengurangi produksi indukan yang dilakukan peternak serta adanya program bantuan sosial (bansos) sehingga memengaruhi stok di pedagang. Karena itu, dia bersama jajaran Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan melakukan pertemuan dengan pelaku usaha pada tingkat peternakan petelur dalam waktu dekat.
"Kita akan undang para pelaku usaha di sektor petelur ini yang besar-besar karena besar-besar ini mempengaruhi, agar mereka tidak afkir dini lagi supaya harga normal. Mudah-mudahan tiga minggu sampai satu bulan mendatang sudah mulai turun lagi tapi dengan harga yang wajar. Konsumen beli tidak berat tapi peternaknya tidak rugi," tuturnya.
Editor : Hadi Widodo
Artikel Terkait