PEKALONGAN, iNewsPantura.id - Sayyidah Fatimah, Putri Rasulullah SAW adalah wanita pilihan yang bisa menikah dengan siapapun. Namun Fatimah malah menerima sepupunya yang miskin sebagai suami. Bagaimanakah kisah rumah tangga Ali bin Abi Thalib dan Fatimah yang tak pernah menyerah pada kemiskinan.
Kisah Rumah Tangga Ali bin Abi Tahlib dan Fatimah ini banyak disampaikan oleh para sahabat nabi dalam hadits-hadits. Ali bin Abi Thalib adalah keponakan kesayangan Rasulullah yang hidup dalam kemiskinan.
Ali mulai jatuh cinta dengan Fatimah ketika melihat Putri Rasulullah itu mengobati luka ayahnya, Muhammad SAW yang luka parah usai berperang. Sejak itu dia bertekad mengumpulkan uang untuk melamar Fatimah sebagai istrinya.
Belum terkumpul uang untuk mahar, dia mendengar sahabat nabi, Abu Bakar sudah lebih dulu melamar Fatimah. Hancur hati Ali, karena merasa pesaingnya jauh lebih tinggi dari dirinya yang miskin.
Namun mendung tak berarti hujan, lamaran Abu bakar ditolak, Ali girang sebelum kemudian kembali muram ketika mendengar giliran Umar Bin Khatab meminang Fatimah. Lagi-lagi Ali pasrah dan merasa kalah bersaing dengan Umar yang gagah perkasa. Tapi takdir kembali berpihak kepadanya, serupa dengan Abu Bakar, pinangan Umar juga ditolak.
Semangat ali kembali terbit, dengan satu-satunya harta yang dia miliki yaitu satu set baju besi ditambah persediaan tepung kasar seadanya untuk makannya dia mendatangi dan cuurhat dengan Abu Bakar . "Wahai Abu Bakar, anda telah membuat hatiku goncang sebelumnya. Demi Allah, aku memang menghendaki Fatimah, tetapi yang menjadi penghalang satu-satunya bagiku ialah kerana aku tidak mempunyai apa-apa."
Abu Bakar terharu mendengar itu dan mengatakan, "Wahai Ali, janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi Allah dan Rasul-Nya, dunia dan seisinya ini hanyalah ibarat debu-debu bertaburan belaka!"
Mendengar jawaban Abu Bakar, kepercayaan diri Ali kembali bangkit untuk melamar gadis pujaannya. Dari hadist riwayat Ummu Salamah diceritakan:"Ketika itu kulihat wajah Rasulullah nampak berseri-seri. Sambil tersenyum baginda berkata kepada Ali bin Abi Talib, 'Wahai Ali, apakah engkau mempunyai suatu bekal mas kawin?"
"Demi Allah," jawab Ali bin Abi Talib dengan terus terang, "Engkau sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku yang tidak engkau ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju besi, sebilah pedang dan seekor unta."
"Tentang pedangmu itu," kata Rasulullah menanggapi jawaban Ali bin Abi Talib, "Engkau tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu itu engkau juga perlu untuk keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar mas kawin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Wahai Ali, engkau wajib bergembira, sebab Allah sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi!". Demikianlah riwayat yang diceritakan Ummu Salamah r.a.
Sampai kemudian Rasulullah menikahkan sendiri putrinya dan mengucapkan kata-kata ijab kabul pernikahan ."Bahwasanya Allah SWT memerintahkan aku supaya menikahkan engkau Fatimah atas mas kawin 400 dirham (nilai sebuah baju besi). Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu."
Usai menikah, kemiskinan tak juga enggan pergi dari kisah Rumah Tangga Ali bin Abi Tahlib dan Fatimah. Kediaman yang ditempati Ali bin Abi Thalib lantai rumahnya ditaburi pasir halus. Satu bulan sesudah pernikahan, Siti Fatimah masih tetap di rumahnya yang lama. Ali malu untuk menyatakan keinginan agar puterinya diperkenankan pindah ke rumah baru.
Ditemani oleh salah seorang kerabatnya dari Bani Hasyim, Ali menghadap Rasulullah. Lebih dulu mereka menemui Ummu Aiman, pembantu keluarga Nabi Muhammad SAW. Kepada Ummu Aiman, Ali menyampaikan keinginannya. Setelah itu, Ummu Aiman menemui Ummu Salmah guna menyampaikan apa yang menjadi keinginan Ali. Ternyata Rasulullah menyambut gembira keinginan Ali. Fatimah dengan perasaan bahagia pindah ke rumah suaminya yang sangat sederhana itu.
Cinta sejoli Ali dan Fatimah tak pernah menyerah pada kemiskinan. Mereka selalu bahagia dalam cinta . Mereka sibuk dengan kerja keras dan tak pernah mengeluh. Fatimah menepung gandum dan memutar gilingan dengan tangan sendiri. Ia membuat roti, menyapu lantai dan mencuci.
Rasulullah sendiri sering menyaksikan puterinya sedang bekerja bercucuran keringat. Tidak jarang Ali ikut menyingsingkan lengan baju membantu pekerjaan sang istri. Banyak sekali buku-buku sejarah dan riwayat yang melukiskan betapa beratnya kehidupan rumah-tangga Alibin Abi Thalib.
Sebuah riwayat mengemukakan: Pada suatu hari Rasulullah berkunjung ke tempat kediaman Siti Fatimah r.a. Waktu itu puteri beliau sedang menggiling tepung sambil melinangkan air mata. Baju yang dikenakannya kain kasar. Menyaksikan puterinya menangis, Rasulullah ikut melinangkan air mata. Tak lama kemudian beliau menghibur puterinya: "Fatimah, terimalah kepahitan dunia untuk memperoleh kenikmatan di akhirat kelak."
Riwayat lain mengatakan, bahwa pada suatu hari Rasulullah SAW datang menjenguk Siti Fatimah r.a., tepat: pada saat ia bersama suaminya sedang bekerja menggiling tepung. Beliau terus bertanya: "Siapakah di antara kalian berdua yang akan kugantikan?" "Fatimah! " jawab Ali r.a. Siti Fatimah lalu berhenti diganti oleh ayahandanya menggiling tepung bersama Ali.
Banyak catatan sejarah yang melukiskan betapa beratnya penghidupan dan kehidupan rumah-tangga Ali. Semuanya itu hanya menggambarkan betapa besarnya kesanggupan Siti Fatimah dalam menunaikan tugas hidupnya yang penuh bakti kepada suami, takwa kepada Allah dan setia kepada Rasul-Nya.
Editor : Muhammad Burhan
Artikel Terkait