Kisah Teladan Ali bin Abi Thalib ra: Sedih di Penghujung Ramadhan

Nanang Sulaeman
Kisah Teladan Ali bin Abi Thalib ra : Sedih di Penghujung Ramadhan

Di setiap penghujung bulan Ramadan, Rasulullah dan para sahabat selalu menyambutnya dengan kesedihan. Rasulullah dan para sahabat merasa ada sesuatu yang sebentar lagi hilang. Dan, tidak bisa dipastikan pula, apakah di kemudian hari mereka akan menjumpai bulan suci Ramadan. Itulah mengapa, umat Islam dianjurkan mengucapkan “Marhaban ya Ramadhan Ma'a al-Salamah ila alliqa”, saat hendak melepas bulan Ramadan.

Berkenaan dengan itu pula, ada kisah keteladanan Sayidina Ali bin Abi Thalib ra tentang penghujung bulan Ramadan. Kisah itu disaksikan dua sahabat karibnya, Ibnu Rafi’i dan Abu Al Aswad Ad Du’ali. Kisah itu bahkan terekam dalam dua kitab Sirah Ashabun Nabi, karya Syekh Mahmud al-Misri dan kitab Siyar A’lam An-Nubala’, karya Imam Adz-Dzahabi.

Dikisahkan, menjelang akhir bulan Ramadan, selepas menunaikan salat Asar, Sayidina Ali ra pulang dari masjid. Di kediamannya, Sayidah Fatimah menyambut kehadiran suaminya dengan suka cita. Namun, ada sesuatu yang tak biasa. Sayidah Fatimah menyaksikan wajah suaminya seolah kehilangan keceriaan.

Terdorong oleh rasa ingin tahu, Sayidah Fatimah Az-Zahra mengajukan pertanyaan penuh perhatian, “Kenapa engkau terlihat pucat, kekasihku?”

Mula-mula sapaan itu tak dibalas suaminya. Lalu, Sayidah Fatimah Az-Zahra kembali bertanya, “Tak ada tanda-tanda keceriaan sedikitpun di wajahmu. Padahal, sebentar lagi kita akan menyambut hari kemenangan?”

Sayidina Ali masih terdiam. Tampak wajahnya lesu. Tetapi, ia tak ingin membiarkan suasana itu berubah menjadi kebekuan. Pelan-pelan kemudian, ia mengajak bicara istrinya. Ia meminta pertimbangan kepada sang istri agar semua bahan-bahan pangan yang tersimpan di rumahnya disedekahkan untuk fakir miskin.

Sayidah Fatimah tak keberatan. Terlebih, karena apa yang dilakukan adalah kebaikan.

Sambutan baik itu melegakan hati Sayidina Ali. Lalu, di hadapan istrinya, ia berucap, “Hampir sebulan kita mendapat pendidikan dari Ramadhan, bahwa lapar dan haus itu teramat pedih. Segala puji bagi Allah, yang sering memberi hari-hari kita dengan perut sering terisi.”

Sejak itu, sebelum takbir berkumandang, Sayidina Ali bin Abi Thalib ra mulai sibuk mengangkat karung-karung penuh gandum dan kurma hasil panen kebunnya. Ia naikkan ke atas pedati.

Setelah tiga karung gandum dan dua karung kurma itu dinaikkan ke atas pedati, ia lantas mengayunkan laju roda pedatinya. Ia berkeliling kota, menyusuri jalanan hingga mencapai pinggiran kota dan memasuki perkampungan-perkampungan. Dibagikannya simpanan pangan tersebut kepada fakir miskin dan yatim/piatu.

Editor : Hadi Widodo

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network