KENDAL,iNewsPantura.id - Enam gunungan hasil bumi yang diarak dalam rangka kirab budaya dan merti desa Kendal menjadi rebutan warga Kecamatan Boja, Kendal.
Mereka saling dorong dan berebut gunungan hasil bumi dalam tradisi kirab budaya Merti Desa dan syawalan yang digelar pada Minggu sore, 6 April 2025.
Peristiwa tersebut terjadi di depan komplek makam Nyai Dapu, saat warga yang sudah menunggu sejak pagi hari berusaha untuk mendapatkan berkah dari gunungan yang diarak keliling kecamatan.
Sebanyak enam gunungan yang berisi sayuran dan buah-buahan disiapkan oleh Pemerintah Desa Boja sebagai bentuk rasa syukur atas limpahan berkah yang diterima warga. Gunungan hasil bumi ini menjadi simbol kemakmuran dan kesejahteraan yang dirasakan oleh masyarakat Boja, dan diyakini akan membawa keberkahan bagi mereka yang berhasil mendapatkannya.
Iring-iringan kirab budaya ini, yang mengangkut gunungan hasil bumi, dimulai dengan prosesi penghormatan kepada Nyi Pandansari, tokoh penyebar agama Islam di wilayah Boja. Kirab dimulai dari pusat kecamatan dan menempuh jarak sekitar 5 kilometer hingga tiba di komplek makam Nyai Dapu. Di sepanjang perjalanan, pasukan pengawal Nyi Pandansari, yang mengenakan pakaian hitam dan putih serta prajurit perempuan, mengiringi prosesi dengan penuh khidmat.
Namun, meski panitia sudah berusaha menghalau, ratusan warga yang telah menunggu sejak pagi mulai tidak sabar dan mulai merangsek mendekati gunungan hasil bumi. Muda dan tua saling dorong dan berdesakan untuk mendapatkan bagian dari gunungan tersebut. Warga berharap bisa mendapatkan buah atau sayuran yang ada di gunungan sebagai simbol keberuntungan dan berkah.
"Saya sangat senang bisa mendapatkan sayur dari gunungan ini. Meski harus berdesakan, yang penting bisa membawa pulang dan dinikmati bersama keluarga. Dengan sayur dari gunungan ini, semoga rejeki dan kesejahteraan semakin melimpah," ujar Wahyuni, salah seorang warga yang berhasil mendapatkan sayuran.
Kepala Desa Boja, Rofik Anwar, menjelaskan bahwa kirab ini merupakan tradisi tahunan yang dilakukan untuk menghormati Nyi Pandansari, sekaligus sebagai bentuk sedekah bumi dan ungkapan syukur atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan. "Makna dari kirab ini adalah untuk memperkuat semangat gotong royong di antara warga, dan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur penyebar agama Islam di daerah ini," tambah Rofik.
Selain kirab gunungan hasil bumi, tradisi ini juga diisi dengan kegiatan tahlil di makam Nyi Pandansari, yang dikenal pula dengan nama Nyai Dapu. Kegiatan ini dihadiri oleh tokoh agama dan masyarakat setempat, sebagai bentuk penghormatan dan doa bersama.
Meski sempat terjadi kericuhan akibat perebutan gunungan, semangat kebersamaan dan rasa syukur masyarakat Boja terlihat jelas dalam tradisi yang sudah berlangsung turun-temurun ini.
Editor : Eddie Prayitno
Artikel Terkait