Polemik Penertiban PKL Alun-Alun Kudus, Bellinda Dapat Teguran

Nur Choiruddin
Pedagang kaki lima Kudus. Foto : iNews/ Nur Ch

KUDUS, iNewsPantura.id – Pernyataan Wakil Bupati Kudus, Bellinda Putri Sabrina Birton, soal penertiban pedagang kaki lima (PKL) di Alun-Alun Simpang Tujuh memicu reaksi publik. Melalui media sosialnya, Bellinda menyoroti keberadaan PKL non-KTP Kudus yang turut berdagang di kawasan tersebut dan menyarankan agar penataan memprioritaskan warga lokal.

Bellinda mengaku menerima banyak keluhan dari warga terkait PKL yang menggunakan gerobak hingga mengganggu arus lalu lintas. Menurutnya, penertiban diperlukan demi menjaga ketertiban umum.

Namun, pernyataan di media sosial itu dinilai diskriminatif oleh pengamat sosial sekaligus aktivis Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia (MKTI) Jateng, Hendy Hendro HS, M.Si. Ia menilai, sebagai pejabat publik, Bellinda seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan yang eksklusif dan tidak mencerminkan semangat kebangsaan.

“Warga negara berhak mencari nafkah di mana saja di Indonesia. Jangan sampai ada kebijakan yang arogan dan tidak bijaksana,” tegas Hendy.

Lebih lanjut, Hendy menyayangkan pernyataan Wakil Bupati Kudus yang berkaitan dengan PKL dari luar daerah.

“Walaupun mungkin tujuannya baik, yakni melindungi PKL warga Kudus, tetapi penyampaian pernyataan tersebut kurang tepat. Sebagai pejabat publik, seharusnya lebih berhati-hati dan menata narasi dengan baik agar tidak menimbulkan opini negatif dan kegaduhan,” lanjutnya.

Menurut Hendy, pernyataan Wakil Bupati tersebut bernuansa diskriminatif, kurang arif, dan tidak bijaksana. Ia menekankan bahwa PKL dari luar Kudus juga merupakan warga negara Indonesia yang memiliki hak yang sama untuk mencari penghasilan.

“Beliau seharusnya mengingat bahwa Kudus adalah bagian dari NKRI yang menjamin hak setiap warga negara untuk mencari nafkah di seluruh wilayah Indonesia. Ini jangan dihalangi,” kata Hendy.

Ia menambahkan, jika tujuannya adalah menertibkan pedagang di alun-alun, seharusnya dilakukan secara menyeluruh tanpa pandang bulu, baik warga lokal maupun dari luar daerah.

“Bagaimanapun, ada Perda dan SK Bupati sekitar tahun 1990-an yang melarang aktivitas berjualan di kawasan Simpang Tujuh dan Alun-Alun. Pada awal tahun 2000-an, saat terjadi resesi ekonomi, bupati saat itu memang memberikan izin sementara kepada masyarakat untuk berjualan sebagai bentuk dukungan terhadap mereka yang kehilangan pekerjaan,” jelasnya.

Menanggapi kritik tersebut, Bellinda menegaskan bahwa dirinya tidak bermaksud melarang warga non-Kudus berdagang di Kudus. Ia hanya ingin mendahulukan warga lokal.

“Wajar kalau saya sebagai Wakil Bupati memprioritaskan warga saya sendiri. Tapi itu bukan berarti saya melarang warga luar mencari rezeki di sini. Banyak juga kok buruh dan pekerja dari luar daerah yang bekerja di Kudus,” ujar Bellinda.

Ia juga menambahkan bahwa solusi terbaik bagi pedagang dari luar daerah yang sudah lama tinggal dan berusaha di Kudus adalah mengurus perpindahan KTP.

“Kalau sudah tinggal di sini bertahun-tahun, keluarganya di sini, anak-anak sekolah di sini, kenapa tidak sekalian jadi warga Kudus? Itu solusi dari saya,” ucapnya.

Sementara itu, Bupati Kudus Sam’ani Intakoris turut menanggapi polemik ini. Ia menyatakan bahwa pemerintah daerah berhak melakukan evaluasi dan penataan, namun tetap dengan pendekatan yang manusiawi.

“Kalau (memang mau) digusur, ya sudah dari dulu. Tapi ini kan tidak. Hanya penertiban biasa. Kami tetap punya hati. PKL masih bisa berjualan, tapi harus di area yang diperbolehkan. Kami juga ingin mereka menjaga kebersihan, memakai celemek, dan sarung tangan plastik,” tambah Sam’ani usai meresmikan gedung pelayanan baru PDAM Tirta Muria Kudus. 

Editor : Suryo Sukarno

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network