PEKALONGAN – Hidup Ismanto (45), seorang buruh jahit di Desa Coprayan, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan, mendadak viral. Hidup sederhana di rumah kecil, penghasilannya pas-pasan, tiba-tiba ia didatangi petugas pajak yang membawa kabar menggetarkan: ia tercatat melakukan transaksi pembelian kain senilai Rp 2,9 miliar pada 2021 lalu.
Yang membuatnya semakin terpukul, tagihan pajak muncul lengkap dengan rincian transaksi. Padahal, Ismanto mengaku seumur hidup tak pernah berdagang kain apalagi mengelola usaha bernilai miliaran rupiah.
"Saya kaget, saya ini cuma buruh harian. Rumah saya begini saja, masak tagihan transaksi pajaknya miliaran? Lima puluh juta pun belum pernah lihat," ucapnya lemas.
Ismanto bercerita, ia sampai hilang nafsu makan dan berdiam di kamar setelah melihat angka fantastis itu. Nominal besar tersebut membuatnya khawatir, terlebih nama dan NIK yang tercatat di surat pajak memang sama dengannya, hanya saja RT dan RW berbeda. Ia menduga kuat ada pihak yang menyalahgunakan identitasnya.
Petugas Pajak: Bukan Penetapan, Hanya Klarifikasi
Menanggapi hal itu, Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pekalongan, Subandi, membenarkan bahwa petugasnya mendatangi rumah Ismanto. Menurutnya, kedatangan itu bukan untuk langsung menagih, melainkan untuk mengklarifikasi data transaksi yang tercatat di sistem.
"Berdasarkan data dari pihak ketiga, WP (wajib pajak) yang bersangkutan tercatat melakukan transaksi dengan salah satu perusahaan senilai Rp 2,9 miliar. Itu nilai transaksinya, bukan besaran pajaknya. Kami hanya ingin memastikan, benar atau tidak," jelasnya.
Subandi menegaskan, jika wajib pajak merasa tidak pernah melakukan transaksi tersebut, sangat mungkin terjadi penyalahgunaan identitas. Pihaknya meminta bukti untuk memastikan kebenaran, dan hasil klarifikasi akan ditindaklanjuti sesuai prosedur.
Sementara itu, Ismanto berharap aparat berwenang dapat membantu membersihkan namanya. "Saya ingin masalah ini tuntas, supaya saya tidak terbebani dengan hutang pajak yang bukan tanggung jawab saya," katanya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa di era serba digital, risiko penyalahgunaan data pribadi bisa menimpa siapa saja—termasuk mereka yang bahkan tak pernah terlibat transaksi besar.
Editor : Suryo Sukarno
Artikel Terkait