BANYUMAS, iNewsPantura.id — Setelah diberitakan kondisi gubuk reot yang ditinggali lansia di Banyumas Jawa Tengah, kini perhatian terus mengalir dari berbagai pihak.
Salah satunya praktisi hukum sekaligus pemerhati kebijakan publik, Aan Rohaeni. Sebagai bentuk kepeduliannya terhadap dua lansia miskin di Desa Bangsa, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, ya langsung mendatangi ke gubug tinggal lansia tersebut.
Mbah Ngadiyem (80) dan Mbah Tukimin (69), kakak beradik yang tinggal di sebuah gubuk reyot yang nyaris roboh cukup terkejut didatangi oleh praktisi hukum yang juga merupakan aktivitas sosial ini.
Aan mengusulkan agar Mbah Ngadiyem ditempatkan di panti jompo agar mendapat kehidupan yang lebih layak dan sehat.
“Nanti akan kita sampaikan pada bupati. Kalau Ibu mau, bisa dicarikan panti jompo agar lebih sehat, karena fakir miskin dan anak terlantar adalah tanggung jawab negara,” ujar Aan saat mengunjungi kediaman Ngadiyem.
Gubuk yang mereka tempati berdinding papan bekas dan anyaman bambu rapuh, berlantaikan tanah, serta beratapkan seng berkarat yang penuh lubang. Tak ada aroma masakan dari dapur kecil mereka, hanya tersisa kayu bakar lembap. Sudah tujuh tahun mereka bertahan di bangunan tersebut, tanpa pekerjaan, penghasilan, atau tanah milik sendiri. Tukimin yang sakit-sakitan hanya bisa terbaring, sementara Ngadiyem merawatnya semampunya.
Sementara dapur yang mereka tempati sudah tidak layak dalam kondisi berantakan.
Aan juga sempat melihat langsung kondisi rumah dan menyatakan keprihatinannya atas situasi yang dialami dua lansia tersebut.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsospermades) Kabupaten Banyumas, Hirawan Danan Putra, menyampaikan hasil asesmen yang dilakukan pada 2 Oktober 2025 oleh TKSK Kecamatan Kebasen dan Tim PPLSU Sudagaran Banyumas dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah.
Dalam asesmen tersebut, diketahui bahwa Mbah Ngadiyem dan Mbah Tukimin tinggal di rumah tidak layak huni di atas tanah milik orang lain. Kebutuhan makan sehari-hari mereka dibantu oleh adik dan tetangga sekitar. Secara fisik, Mbah Tukimin mengalami luka di kedua kaki akibat riwayat diabetes, sementara Mbah Ngadiyem dinilai cukup sehat. Namun keduanya tidak mampu melakukan aktivitas harian secara mandiri.
"Dari sisi psikologis, mereka tidak memiliki riwayat gangguan kejiwaan dan mampu berkomunikasi dengan baik. Hubungan sosial dengan warga dan keluarga sekitar cukup baik. Secara ekonomi, mereka tidak memiliki penghasilan dan bergantung pada bantuan lingkungan sekitar," ujar Hirawan.
Hirawan menambahkan, keduanya secara spiritual juga tidak mampu menjalankan kewajiban beragama secara optimal karena keterbatasan fisik. Meski demikian, mereka tercatat sebagai penerima bantuan pemerintah berupa Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Mbah Ngadiyem memiliki seorang anak perempuan bernama Yutini yang tinggal di Desa Bangsa dan telah menikah. Sementara Mbah Tukimin belum pernah menikah. Dari lima bersaudara, hanya tiga yang masih hidup, termasuk mereka berdua. Dua saudara lainnya tinggal di sekitar desa dengan kondisi ekonomi yang juga terbatas.
Dinsospermades menyatakan akan terus memantau dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan perlindungan sosial bagi kedua lansia tersebut.
Editor : Suryo Sukarno
Artikel Terkait