JAKARTA - Emmy Saelan, perempuan berparas cantik, seorang perawat yang murah senyum serta bertugas sebagai mata-mata atau spionase KNIL/NICA di Makassar pasca proklamasi kemerdekaan.
Ia ramah merawat pasien yang rerata tentara terkena peluru serdadu Belanda. Ya, pada masa pengabdiannya, berkecamuk perang kemerdekaan .
Belanda, pada periode 1945-1949, sangat bernafsu untuk menguasai kembali Indonesia. Maka seluruh wilayah Indonesia, pasca proklamasi kemerdekaan itu, bergolak, termasuk di tempat Emmy Saelan tinggal, yaitu Sulawesi Selatan.
Emmy Saelan bukan perawat biasa. Ia ternyata seorang pejuang, yang ikut mempertahankan kemerdekaan kala itu. Banyak sumber yang mengisahkan perjuangan perempuan berpendirian tangguh itu.
Jurnal Nasional Universitas Negeri Makassar (UNM) berjudul 'Emmy Saelan: Perawat Yang Berjuang' menyebutkan bahwa salah satu peran yang diemban oleh Emmy Saelan saat masa perjuangan adalah misi spionase.
Mula-mula, pada tahun 1946, Emmy Saelan bergabung dengan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (Lapris). Laskar ini dipimpin oleh Ranggong Daeng Romo pada tahun 1946. Emmy pun turut memanggul senjata melawan musuh.
Namun, karena dia memiliki pengalaman unik, yaitu pernah bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Stella Marris, ia dipercayakan menjadi mata-mata. Tugasnya mencari informasi mengenai kekuatan lawan dalam hal ini KNIL/NICA di Makassar.
Dalam menjalankan misi sebagai mata-mata tersebut, Emmy didampingi oleh Sangkala Tinggi. Mereka kemudian berangkat menuju kota.
Namun demikian, sebelum menyusup ke kota, mereka harus bersembunyi di pinggiran kota sambil menunggu waktu yang tepat untuk menyusup ke dalam kota.
Editor : Hadi Widodo