RIYADH - Tonggak sejarah temuan minyak terbesar dunia di Arab Saudi mampu mengubah kehidupan kerajaan menjadi negara yang kaya raya.
Tanggal 3 Maret 1938 menjadi hari bersejarah bagi Kerajaan Arab Saudi karena pada hari itulah sumber minyak bumi ditemukan di sana untuk pertama kalinya. Sebelum tahun 1938, Arab Saudi dikenal terutama karena dua hal; gurunnya yang luas dan sebagai rumah bagi dua tempat paling suci umat Islam.
Sumber minyak bumi yang layak secara komersial ditemukan di Dhahran tahun 1938 oleh sebuah perusahaan yang berbasis di California, Amerika Serikat (AS). Sumber itu ditemukan setelah empat tahun mencari, yang pada akhirnya benar-benar mengubah geopolitik dan pengaruh global serta ekonomi Kerajaan Arab Saudi. Hebatnya, menurut CNN, itu dinobatkan sebagai sumber minyak terbesar di dunia.
Temuan tersebut, 30 tahun setelah para penambang menemukan minyak dalam jumlah komersial di Iran dan sembilan tahun setelah ditemukan di Irak, telah menjadikan Arab Saudi salah satu kekuatan ekonomi terkaya dan paling signifikan di dunia. Sejak itu, anggota keluarga kerajaan, setelah memberikan hak prospek kepada Standard Oil Company of California pada awal 1930an menjadi sangat terlibat dalam industri perminyakan.
Pada tahun 1980, keluarga kerajaan akhirnya mengambil alih perusahaan, berganti nama menjadi Arabian American Oil Company atau Aramco, pada tahun 1944. Menurut pemerintah Arab Saudi, produksi minyak mentah meningkat rata-rata 19 persen per tahun dari 1945 hingga 1974, mencapai 8,2 juta barel per hari pada tahun itu.
Pada awal 1990-an, para penambang menemukan sumber gas dan minyak di daerah yang sebelumnya belum dijelajahi, memastikan peran Arab Saudi sebagai pemain minyak utama di masa mendatang.
Tahun lalu, Kedutaan Besar Arab Saudi di London mengatakan negara Timur Tengah itu memiliki cadangan minyak 260,1 miliar barel. Sumber daya minyak yang luas di kawasan itu telah membuat dunia duduk dan memperhatikan.
Terlepas dari kekhawatiran tentang pelanggaran hak-hak sipil di Arab Saudi, Washington telah mempertahankan hubungan dekat dengan negara tersebut. Beberapa ahli mengeklaim kelimpahan minyak ini berperan dalam keputusan Amerika Serikat dan sekutunya untuk mengobarkan Perang Teluk Persia 1991 dan menantang pemimpin Irak Saddam Hussein di tahun-tahun berikutnya.
Minyak selama ini menyumbang lebih dari 90% pendapatan anggaran Arab Saudi. Namun, Putra Mahkota Mohammed bin Salman tak ingin terus-terusan menggantungan sumber pendapatan negara pada minyak. Dia melakukan reformasi besar-besaran untuk mendiversifikasi sumber ekonomi Arab Saudi, termasuk meluncurkan megaproyek yang menjadikan negara itu sebagai tujuan wisata dan hiburan.
Editor : Hadi Widodo
Artikel Terkait