Jadi Warnning
Di satu sisi, para remaja dari pinggiran itu berhasil menciptakan ruang eksistensi baru bernama CFW yang kemudian jadi viral dan menarik perhatian netizen. Di sisi lain dampak sosial yang lain juga perlu mendapat perhatian.
Dampak positifnya tentu ada, selain demokratisasi ruang publik, dari sisi ekonomi juga memberikan manfaat bagi banyak orang. Di antaranya para pedagang kaki lima di sekitar tempat itu pendapatannya naik berlipat. Para remaja yang tadinya bukan-siapa juga ketiban rejeki. Ada yang mendadak jadi artis di media sosial, dapat order bikin content bareng artis terkenal, sampai dapat hadiah ratusan juta dari selebritis terkenal. Para content-creator jelas yang tak luput meneguk keuntungan dari banjir viewer dan adsense gegara tayangan CFW.
Namun dampak negatifnya bukan berarti tidak ada. Keluhan dari petugas kebersihan soal bertambahnya sampah di sekitar lokasi, kekhawatiran hubungan bebas dari para remaja karena berjam-jam mereka di jalan bahkan sampai tidur bersama di jalan karena ketinggalan kereta.
Terlepas dari hal positif dan negatif, fenomena CFW secara sosiologis menjadi otokritik bagi lembaga sosial dari mulai tingkat keluarga, desa hingga lembaga pendidikan. Upaya para remaja mencari ruang eksistensi di satu sisi memang patut diapresiasi karena apa yang dilakukan sementara ini tidak mengganggu ketertiban sosial.
Namun di sisi lain fenomena itu harusnya jadi warning bagi keluarga dan lembaga pendidikan. Sebab seharusnya dari keluarga dan lembaga pendidikan itulah para remaja mendapatkan ruang berekspresi yang lebih beragam dan mempunyai value.
Tidak menutup kemungkinan di tempat lain akan muncul fenomena serupa melihat "kesuksesan" CFW dalam mendulang publisitas. Seperti diinformasikan iNews, di Semarang sudah digelar ajang serupa bertajuk Simpang Lima Fashion Week, (iNews,27/7/2022).
Jika nongkrong berjam jam untuk beradu fashion sampai ketiduran di jalan untuk mendapatkan eksistensi dan publisitas jadi role model para remaja, tidak kah ini mengkhawatirkan?. Padahal di usia remaja mereka harusnya punya banyak ruang belajar dan ekspresi dalam pencarian jati diri, dari mulai olahraga, sains, leadership, belajar berkegiatan sosial, belajar agama, dan banyak lagi.
Disinilah Kurikulum Merdeka Belajar akan diuji kesaktiannya. Bagaimana kurikulum itu tidak hanya bisa instrumen pembelajaran formal namun juga ruang belajar yang menggembirakan dalam hidup yang sebenarnya termasuk memfasilitasi mencari eksistensi dan jati diri remaja.
*) Ero Saraswati Asmoro adalah Guru Sosiologi SMAN 1 Bojong
Editor : Muhammad Burhan